Ke Tokyo? Belajar Ini Dulu!
Ahem. Lima hari di Tokyo membuat saya bisa menulis 5-6 artikel sekaligus lho. Hihihihi. Tapi ini yang paling ingin saya curahkan pada teman-teman semua (sedikit berlebihan kayaknya). Hihihi.
Selama di Tokyo saya stres berat dengan sistem transportasinya. Tahu sendiri lah ya, Tokyo adalah kota metropolitan terbesar di dunia. Jumlah penduduknya 30 jutaan. Kalau kemarin saya bilang Seoul is such a big and busy city, sekarang saya bilang Tokyo is such a REAL big and SUPER busy city.
Sebelum berangkat saya sebenarnya sudah membaca sedikit tentang sistem transport di kota Tokyo, tapi sialnya yang saya baca hanya sistem subway-nya (Tokyo Metro). Saya nggak ngeh kalau kereta di Tokyo itu ada lebih dari satu (Taipei dan Seoul hanya punya satu: Taipei Metro dan Seoul Metro). Dan lebih nggak bangetnya, saya lupa mendownload peta subway sebelum berangkat, akibatnya shock saya dengan ruwetnya sistem transport di Tokyo baru terjadi setelah saya sampai di Tokyo.
Di aplikasi yang saya download di iPad, ada 2 sistem kereta: (Tokyo) Metro dan Toei (subway line) - dalam satu peta dan JR (Japan Railways). Mari kita perhatikan bersama dulu petanya:
(JR)
(Tokyo Metro)
Sudah bingung?
Jadi dalam satu stasiun, bisa dipastikan ada dua atau tiga line yang bersimpangan. Yang disebut subway adalah Tokyo Metro dan Toei subway lines (ada Toei streetcar juga), yang totalnya ada 13 jalur dengan 274 stasiun. Yes, 274 stasiun. Dalam kota Tokyo. Yang namanya subway, dua jenis kereta ini beroperasi di track bawah tanah. Nah, selain subway, ada juga streetcar, kereta yang beroperasi di ground level, yaitu JR. Kalau dilihat, banyak stasiun JR yang sama dengan stasiun subway. Jadi waktu itu saya pikir, ini penduduk Tokyo sedemikian banyaknya yah? *emang*.
Lebih ruwetnya lagi, untuk transfer ke jalur yang berbeda, tidak semudah “nanti turun di stasiun ini lalu pindah ke jalur ini”. Big no no. Kesasar di stasiun itu hal yang normal. Stasiun dengan banyak jalur bersimpangan biasanya memanjang dan melebar hingga 1-2 kilometer. Dan exit-nya bisa sampai 39! Sudah kebayang? Jadi hari pertama saya datang, karena saya naik airport bus sampai hotel, belum kerasa ruwetnya. Setelah itu saya harus ke conference venue yang bisa dicapai dengan subway atau JR. Karena saya sudah stres duluan melihat petanya, saya memutuskan untuk naik subway. Pintu masuknya dekat dengan hotel, jadi dengan pikiran bahwa stasiunnya akan sesederhana Taipei Metro (atau sedikit ruwet seperti Seoul Metro), saya dengan percaya diri masuk.
Well, setelah masuk, melihat sign Tokyo Metro, lalu ada plang seperti ini:
(sign inside Ikebukuro station)
Mmmm, kelihatan? Itu yang sebelah kiri: Marunouchi Line 180 m, Fukutoshin Line 315 m. Haaahh? 300 meter? Dan saya memakai sepatu hak tinggi. Ya jadilah sepanjang menuju ke subway track saya kembali mengomel pada diri sendiri karena ketidaktahuan ini. Hahaha.
Dan itu terjadi di setiap stasiun dimana saya akan naik dan turun dari kereta. Perjalanan panjang (harfiah ya) harus ditempuh untuk bisa menuju ke platform atau subway track atau untuk keluar. Pernah saya salah keluar east exit (dimana seharusnya west exit), dan akibatnya saya kehilangan orientasi mau kemana. Ya iya karena east and west exit terpisah hampir 1 kilometer! Saya juga kesasar di Shinjuku station gara-gara stasiunnya gede banget dan membingungkan. Dan embel-embel pesan dari teman sewaktu janjian untuk ketemu: habis turun JR, tunggu di Hachikou exit ya, di ujung, jangan turun dulu, nanti kesasar. Duh.
Tapi untung meski beda tipe kereta, bayarnya tetap menggunakan kartu yang sama, Pasmo card. Coba kalau beda, tambah stres juga saya.
Jadi sebelum ke Tokyo, belajar sistem transportnya, dan belajar jalan jauh ya. Hihihi.-Citra
No comments:
Post a Comment