japan! on a budget
TRANSPORTASI
Saya paling senang berkunjung ke negara maju karena transportasinya pasti memadai. Waktu ke Vietnam atau Kamboja misalnya, transportasinya mirip Jakarta alias kudu naik taksi atau sewa mobil kalo mau nyaman. Tapi di Jepang, khususnya Tokyo, jangkauan subway/monorail-nya begitu menyeluruh dan komplet sehingga sangat memudahkan untuk menjelajahi kota.
Yang pertama perlu diperhatikan dari subway di Tokyo (karena mostly saya berada di kota ini) adalah ada beberapa penyedia subway, tidak seperti Singapura atau London misalnya yang cukup pakai satu kartu subway. Sebagai turis, penyedia subway yang akan banyak dipakai adalah JR dan Tokyo Metro (sebut saja Metro). Di stasiun-stasiun besar seperti Shinjuku atau Shibuya, keduanya tersedia, tapi di beberapa stasiun hanya ada subway JR saja atau Metro saja.
Saran saya, supaya praktis dan hemat biaya, rencanakan perjalanan keliling Tokyo berdasarkan dua penyedia subway ini. Maksudnya begini. Kedua penyedia subway ini menyediakan tiket sekali pakai yang tarifnya dipatok sesuai jarak (makin jauh makin mahal). Oh ya, soal patokan tarif ini penting, karena tidak seperti mesin pembelian tiket LRT di kuala lumpur yang memungkinkan kita memilih lokasi tujuan lalu mesin akan memberikan informasi berapa biaya yang harus dibayar, mesin pembelian subway di Tokyo justru hanya akan menyediakan pilihan tarif. Jadi kita harus tahu dulu, misalnya, berapa biaya dari Shinjuku Station ke Tokyo Station, lalu mengklik tarif tersebut di mesin untuk membeli tiket.
Sebenarnya informasi soal tarif ini disediakan berupa peta raksasa di dinding atas mesin tersebut, tapi semua dalam bahasa Jepang. Solusinya, Anda bisa bertanya ke bagian informasi, atau pilih saja tarif termurahnya lalu begitu sampai di stasiun tujuan, cek tarif yang sesuai memakai mesin penyesuaian tarif yang tersedia di setiap stasiun. Agak ribet memang. Ato pakai cara saya, yakni bertanya pada orang-orang di sekitar saya sewaktu membeli tiket. Percayalah, orang-orang Jepang itu ramah-ramah sekali dan mereka akan dengan senang hati membantu Anda, bahkan meski tidak bisa berbahasa Inggris sekalipun (sampai bikin terharu saking baiknya).
Jadi jangan heran kalo informasi lokasi di Jepang biasanya diikuti dengan informasi tarifnya. Di website hostel Yadoya misalnya, diberitahu biaya dari Shinjuku Station ke Nakano Station. Ya itu untuk memudahkan kita membeli tiket di mesin penjualan tiket.
Oke, itu tadi soal tiket sekali pakai. kembali ke soal hemat biaya, baik JR maupun Metro juga menyediakan tiket one-day-pass seperti halnya yang pernah saya pakai di London (tiket tube one-day-pass per April 2011 adalah 6,6 poundsterling). Yang menarik, mereka juga menjual tiket one-day-pass gabungan JR dan Metro, tapi tentu harganya lebih mahal ketimbang one-day-pass JR saja atau Metro saja (perbandingannya 700-an yen dengan 1500-an yen!). Jadi supaya irit, hari pertama misalnya, kelilingilah Tokyo memakai one-day-pass JR dulu. Kalo sudah puas, hari kedua beli one-day-pass Metro. Tapi kalo biaya tidak jadi masalah dan belum tahu akan ke mana, ya paling aman beli saja one-day-pass gabungan JR-Metro (1500-an yen, dengan kurs per Agustus 2011 adalah 1 yen=110 rupiah).
Karena line JR terbilang paling lengkap melewati area turis (Shinjuku, Harajuku, Shibuya, Ueno), saya sarankan pilih lokasi hostel/hotel yang dilewati oleh jalur subway ini. Akses ke bandara juga jadi lebih mudah (terutama Narita). Agustus lalu saya menginap di Yadoya Guest House, dekat Nakano Station yang dilalui line JR. Dan kebetulan Nakano Station ini dekat sekali dengan Shinjuku Station (beda 2 station saja) yang merupakan salah satu tempat transitnya kereta Narita Express (tarifnya 3000-an yen) sehingga saya tidak perlu menyeret koper terlalu lama. Tapi tak perlu khawatir kalo hostel kamu hanya dilalui jalur Metro, karena Shinjuku Station (dan stasiun-stasiun besar lainnya) juga dilalui line tersebut kok.
Saya sudah pernah menjelajahi subway di Singapura, London, Hong Kong, Taipei, dan Seoul, tapi hiruk-pikuk Shinjuku Station sungguh tidak terkalahkan! Saya sempat gentar sewaktu untuk pertama kalinya, sendirian pula, mau menyimpan koper di hostel Yadoya di sore hari dan malamnya berencana naik bis malam ke Osaka yang tiketnya juga belum dibeli. Jadi sambil menyeret koper yang cukup berat, saya sempat kebingungan mencari-cari mesin pembelian tiket JR di antara sekian banyak orang yang lalu lalang dengan gegasnya dan memilih di antara mesin-mesin pembelian tiket yang begitu banyak (karena ada mesin-mesin dari penyedia subway lainnya juga), dan Shinjuku Station yang panjang itu berada satu gedung dengan mall yang juga sangat ramai. Alhasil, karena mengejar waktu, saya pakai cara tergampang yaitu mencolek seorang remaja manis (cewe) yang sepertinya sedang menunggu temannya. Dia tidak bisa english sama sekali, tapi toh sontak bersemangat membantu saya. Memakai bahasa inggris campur bahasa tarzan (sambil menunjukkan peta hostel dan uang receh saya, untung saja lafal bahasa jepang tidak susah, apalagi tujuan saya adalah “Nakano” Station), dia mengerti maksud saya lalu mengantarkan saya ke mesin penjualan tiket JR (yang sebenarnya sudah saya lewati beberapa kali), membantu saya membeli tiket, lalu mengantarkan saya ke pusat informasi (dia bertanya pada petugasnya soal line berapa ke Nakano Station karena percayalah ada banyak sekali line di Shinjuku Station ini!), lalu dia tunjukkan arah yang benar ke saya. Dan ternyata saya masih salah juga, karena setelah naik lift dan sampai di depan rel, saya bertanya lagi pada bapak-bapak di depan saya, “Nakano?”, si bapak menunjuk ke seberang. Jadilah saya turun lift lagi untuk pindah ke rel seberang.
Setelah itu, saya masih sering bertanya pada orang, meskipun di hari-hari terakhir (seperti biasa) saya sudah hafal dengan Shinjuku Station. Tapi tidak apa, karena justru sangat menyenangkan bisa kontak dengan orang-orang lokal dan menemukan betapa ramahnya mereka. Bahkan sewaktu bertanya pada seorang cowok (ganteng!) yang sedang menunggu bis malam tentang jalan terdekat dari stasiun bis tersebut ke hotel saya (saya tunjukkan peta hotel), cowo yang nggak bisa english sama sekali itu dengan baiknya mengantarkan saya jalan kaki (yang tidak dekat loh jaraknya) sampai ke hotel saya!
Oke, sekarang mari bahas soal bis malam. Saya sempat naik bis malam tokyo-osaka dari Willer Express dan kyoto-tokyo milik JR. Saya sarankan, khususnya buat cewek, pilih jasa Willer karena sepertinya mereka memisahkan perempuan dan laki-laki (karena saya duduk sendiri sedangkan beberapa cowo yang tidak saling kenal duduk bareng). Tarif Willer juga lebih murah ketimbang JR, bisnya juga bagus, dan stasiunnya keren! Saya waktu itu naik dari stasiun Willer dekat Shinjuku Station (tinggal jalan lurus sampai ke gedung Sumimoto). Tarifnya 4000 yen (kalo naik shinkansen, saya sudah tanya, tarifnya 13.750 yen! Yah memang cuma 2 jam-an sih, sementara ngebis sekitar 7 jam-an :p).
Dari Osaka saya ke Kyoto naik JR (sekitar 20 menit), tiba sekitar jam 8 malam, lalu memutuskan untuk langsung membeli tiket bis malam ke Tokyo untuk besok malamnya. Karena Willer tidak ketemu, saya membeli tiket JR, waktu itu yang termurah 6000 yen. Dan ternyata duduknya campur dengan cowok, dan cowok yang mengaku asal Bangladesh itu sepertinya menyentuh paha saya sewaktu saya terlelap sampe kemudian saya nggak bisa tidur karena waspada ingin menggeplak dia kalo dia mengulanginya lagi (untungnya tidak)! Jadi saya sarankan, untuk cewek-cewek, jangan naik JR. Udah mahal, kursinya ga lebih nyaman dari Willer yang cuma 4000 yen, nggak aman pulak
Oh ya, kalo mampir di Kyoto Station atau Osaka Station, sempatkan diri naik ke lantai teratas, karena gedung-gedung tinggi di Jepang umumnya menyediakan taman terbuka di atapnya yang indah sekali. Sayang kalo dilewatkan.
Apalagi ya? Oh ya, kalo di Kyoto, Anda akan banyak naik bis. Saya malah belum menjajal subway-nya karena lebih praktis ngebis ke mana-mana (ada one-day-pass juga, seinget saya 500-an yen).
Ada kejadian lucu waktu saya baru sampai di Kyoto dari Osaka (jam 8 malam) dan akan ke rumah teman saya di pinggiran Kyoto (nebeng menginap). Dia sudah mewanti-wanti kalo saya harus naik bis anu, tarifnya anu, dan turun di stasiun anu. Jadi saya sudah menyiapkan uang receh dan mengantri dengan manisnya.
Pas naik bis, untung saja informasi stasiun disajikan dalam bahasa Jepang dan latin, sehingga saya tidak perlu pusing. Apalagi saya telah mengamati peta di stasiun dan mendapati lokasi saya turun adalah stasiun kedua terakhir untuk bis ini. Perjalanan yang cukup panjang :p
Nah, pas nama stasiun saya sudah tertera di papan informasi otomatis di bis, saya langsung memencet bel. Ya ampun, haltenya nggak ada, cuma berhenti di pinggir rumah gitu saking ndesonya lokasi rumah teman saya ini hihihi. Papan haltenya sebenarnya ada, kecil saja, tapi di seberangnya :p
Bis di Jepang itu naik dari pintu tengah dan keluar dari pintu depan, dekat sopir. Saya maju dan melihat ada 3 mesin berbentuk kotak di samping pak sopir. Bingung, saya masukkan saja koin-koin saya di salah satu mesin, dengan dipandangi pak sopir yang diam seribu bahasa. Mendadak dari mesin itu malah keluar banyak receh. Saya kaget, pak sopir kaget juga dan mulai mengoceh dalam bahasanya. Saya bingung dan mulai menjelaskan bahwa “I don’t understand!”. Untung saja suami teman saya sudah siap sedia menunggu di “halte” tersebut dan langsung menyerbu masuk. Dia bilang bahwa saya turis dan mengambil koin-koin tadi (setelah memastikan ke saya bahwa saya tadi memasukkan jumlah yang benar) lalu memasukkannya ke mesin yang tepat. Malah akhirnya sisa koinnya, yang bukan duit saya, dibawanya sekalian. Bukannya buntung malah untung ) ternyata saya tadi memasukkan koin ke mesin penukaran uang. Jadi itu mesin tempat kita memasukkan pecahan uang kertas untuk ditukar dengan koin. Oalah ada-ada saja )
Berencana keliling Jepang minimal 7 hari atau lebih? Pertimbangkan membeliJapan Rail Pass (JR Pass). Mirip Eurail Pass untuk keliling Eropa, JR Pass ini memungkinkan kamu naik semua kereta JR (termasuk shinkansen yang mahal itu!) selama beberapa hari cukup dengan sekali bayar (di muka). Ada 3 tipe JR Pass yang ditawarkan: 7 hari dengan tarif 28.300 yen (ordinary alias kelas biasa) atau 37.800 yen (green car alias first class), 14 hari dengan tarif 45.100 yen (ordinary) atau 61.200 yen (green car), dan 21 hari dengan tarif 57.700 yen (ordinary) atau 79.600 yen (green car). Karena saya kemarin tidak menggunakan JR Pass, saya tidak tahu cara pakai persisnya bagaimana. Tapi keterangan lengkap bisa dicek di link di atas. Yang saya tahu, JR Pass hanya bisa dibeli di negara tempat si turis berada alias di luar Jepang. Jadi bagi kita, harus beli di Indonesia, yang kabarnya bisa di JALan Tour & Travel di Kyoei Prince Bldg. Ground floor, JNet Travel di Intiland Tower, 12th Floor, dan di Kyoei Prince Bldg lantai 1, tepat di atas JALan Tour.
Saya paling senang berkunjung ke negara maju karena transportasinya pasti memadai. Waktu ke Vietnam atau Kamboja misalnya, transportasinya mirip Jakarta alias kudu naik taksi atau sewa mobil kalo mau nyaman. Tapi di Jepang, khususnya Tokyo, jangkauan subway/monorail-nya begitu menyeluruh dan komplet sehingga sangat memudahkan untuk menjelajahi kota.
Yang pertama perlu diperhatikan dari subway di Tokyo (karena mostly saya berada di kota ini) adalah ada beberapa penyedia subway, tidak seperti Singapura atau London misalnya yang cukup pakai satu kartu subway. Sebagai turis, penyedia subway yang akan banyak dipakai adalah JR dan Tokyo Metro (sebut saja Metro). Di stasiun-stasiun besar seperti Shinjuku atau Shibuya, keduanya tersedia, tapi di beberapa stasiun hanya ada subway JR saja atau Metro saja.
Saran saya, supaya praktis dan hemat biaya, rencanakan perjalanan keliling Tokyo berdasarkan dua penyedia subway ini. Maksudnya begini. Kedua penyedia subway ini menyediakan tiket sekali pakai yang tarifnya dipatok sesuai jarak (makin jauh makin mahal). Oh ya, soal patokan tarif ini penting, karena tidak seperti mesin pembelian tiket LRT di kuala lumpur yang memungkinkan kita memilih lokasi tujuan lalu mesin akan memberikan informasi berapa biaya yang harus dibayar, mesin pembelian subway di Tokyo justru hanya akan menyediakan pilihan tarif. Jadi kita harus tahu dulu, misalnya, berapa biaya dari Shinjuku Station ke Tokyo Station, lalu mengklik tarif tersebut di mesin untuk membeli tiket.
Sebenarnya informasi soal tarif ini disediakan berupa peta raksasa di dinding atas mesin tersebut, tapi semua dalam bahasa Jepang. Solusinya, Anda bisa bertanya ke bagian informasi, atau pilih saja tarif termurahnya lalu begitu sampai di stasiun tujuan, cek tarif yang sesuai memakai mesin penyesuaian tarif yang tersedia di setiap stasiun. Agak ribet memang. Ato pakai cara saya, yakni bertanya pada orang-orang di sekitar saya sewaktu membeli tiket. Percayalah, orang-orang Jepang itu ramah-ramah sekali dan mereka akan dengan senang hati membantu Anda, bahkan meski tidak bisa berbahasa Inggris sekalipun (sampai bikin terharu saking baiknya).
Jadi jangan heran kalo informasi lokasi di Jepang biasanya diikuti dengan informasi tarifnya. Di website hostel Yadoya misalnya, diberitahu biaya dari Shinjuku Station ke Nakano Station. Ya itu untuk memudahkan kita membeli tiket di mesin penjualan tiket.
Oke, itu tadi soal tiket sekali pakai. kembali ke soal hemat biaya, baik JR maupun Metro juga menyediakan tiket one-day-pass seperti halnya yang pernah saya pakai di London (tiket tube one-day-pass per April 2011 adalah 6,6 poundsterling). Yang menarik, mereka juga menjual tiket one-day-pass gabungan JR dan Metro, tapi tentu harganya lebih mahal ketimbang one-day-pass JR saja atau Metro saja (perbandingannya 700-an yen dengan 1500-an yen!). Jadi supaya irit, hari pertama misalnya, kelilingilah Tokyo memakai one-day-pass JR dulu. Kalo sudah puas, hari kedua beli one-day-pass Metro. Tapi kalo biaya tidak jadi masalah dan belum tahu akan ke mana, ya paling aman beli saja one-day-pass gabungan JR-Metro (1500-an yen, dengan kurs per Agustus 2011 adalah 1 yen=110 rupiah).
Karena line JR terbilang paling lengkap melewati area turis (Shinjuku, Harajuku, Shibuya, Ueno), saya sarankan pilih lokasi hostel/hotel yang dilewati oleh jalur subway ini. Akses ke bandara juga jadi lebih mudah (terutama Narita). Agustus lalu saya menginap di Yadoya Guest House, dekat Nakano Station yang dilalui line JR. Dan kebetulan Nakano Station ini dekat sekali dengan Shinjuku Station (beda 2 station saja) yang merupakan salah satu tempat transitnya kereta Narita Express (tarifnya 3000-an yen) sehingga saya tidak perlu menyeret koper terlalu lama. Tapi tak perlu khawatir kalo hostel kamu hanya dilalui jalur Metro, karena Shinjuku Station (dan stasiun-stasiun besar lainnya) juga dilalui line tersebut kok.
Saya sudah pernah menjelajahi subway di Singapura, London, Hong Kong, Taipei, dan Seoul, tapi hiruk-pikuk Shinjuku Station sungguh tidak terkalahkan! Saya sempat gentar sewaktu untuk pertama kalinya, sendirian pula, mau menyimpan koper di hostel Yadoya di sore hari dan malamnya berencana naik bis malam ke Osaka yang tiketnya juga belum dibeli. Jadi sambil menyeret koper yang cukup berat, saya sempat kebingungan mencari-cari mesin pembelian tiket JR di antara sekian banyak orang yang lalu lalang dengan gegasnya dan memilih di antara mesin-mesin pembelian tiket yang begitu banyak (karena ada mesin-mesin dari penyedia subway lainnya juga), dan Shinjuku Station yang panjang itu berada satu gedung dengan mall yang juga sangat ramai. Alhasil, karena mengejar waktu, saya pakai cara tergampang yaitu mencolek seorang remaja manis (cewe) yang sepertinya sedang menunggu temannya. Dia tidak bisa english sama sekali, tapi toh sontak bersemangat membantu saya. Memakai bahasa inggris campur bahasa tarzan (sambil menunjukkan peta hostel dan uang receh saya, untung saja lafal bahasa jepang tidak susah, apalagi tujuan saya adalah “Nakano” Station), dia mengerti maksud saya lalu mengantarkan saya ke mesin penjualan tiket JR (yang sebenarnya sudah saya lewati beberapa kali), membantu saya membeli tiket, lalu mengantarkan saya ke pusat informasi (dia bertanya pada petugasnya soal line berapa ke Nakano Station karena percayalah ada banyak sekali line di Shinjuku Station ini!), lalu dia tunjukkan arah yang benar ke saya. Dan ternyata saya masih salah juga, karena setelah naik lift dan sampai di depan rel, saya bertanya lagi pada bapak-bapak di depan saya, “Nakano?”, si bapak menunjuk ke seberang. Jadilah saya turun lift lagi untuk pindah ke rel seberang.
Setelah itu, saya masih sering bertanya pada orang, meskipun di hari-hari terakhir (seperti biasa) saya sudah hafal dengan Shinjuku Station. Tapi tidak apa, karena justru sangat menyenangkan bisa kontak dengan orang-orang lokal dan menemukan betapa ramahnya mereka. Bahkan sewaktu bertanya pada seorang cowok (ganteng!) yang sedang menunggu bis malam tentang jalan terdekat dari stasiun bis tersebut ke hotel saya (saya tunjukkan peta hotel), cowo yang nggak bisa english sama sekali itu dengan baiknya mengantarkan saya jalan kaki (yang tidak dekat loh jaraknya) sampai ke hotel saya!
Oke, sekarang mari bahas soal bis malam. Saya sempat naik bis malam tokyo-osaka dari Willer Express dan kyoto-tokyo milik JR. Saya sarankan, khususnya buat cewek, pilih jasa Willer karena sepertinya mereka memisahkan perempuan dan laki-laki (karena saya duduk sendiri sedangkan beberapa cowo yang tidak saling kenal duduk bareng). Tarif Willer juga lebih murah ketimbang JR, bisnya juga bagus, dan stasiunnya keren! Saya waktu itu naik dari stasiun Willer dekat Shinjuku Station (tinggal jalan lurus sampai ke gedung Sumimoto). Tarifnya 4000 yen (kalo naik shinkansen, saya sudah tanya, tarifnya 13.750 yen! Yah memang cuma 2 jam-an sih, sementara ngebis sekitar 7 jam-an :p).
Dari Osaka saya ke Kyoto naik JR (sekitar 20 menit), tiba sekitar jam 8 malam, lalu memutuskan untuk langsung membeli tiket bis malam ke Tokyo untuk besok malamnya. Karena Willer tidak ketemu, saya membeli tiket JR, waktu itu yang termurah 6000 yen. Dan ternyata duduknya campur dengan cowok, dan cowok yang mengaku asal Bangladesh itu sepertinya menyentuh paha saya sewaktu saya terlelap sampe kemudian saya nggak bisa tidur karena waspada ingin menggeplak dia kalo dia mengulanginya lagi (untungnya tidak)! Jadi saya sarankan, untuk cewek-cewek, jangan naik JR. Udah mahal, kursinya ga lebih nyaman dari Willer yang cuma 4000 yen, nggak aman pulak
Oh ya, kalo mampir di Kyoto Station atau Osaka Station, sempatkan diri naik ke lantai teratas, karena gedung-gedung tinggi di Jepang umumnya menyediakan taman terbuka di atapnya yang indah sekali. Sayang kalo dilewatkan.
Apalagi ya? Oh ya, kalo di Kyoto, Anda akan banyak naik bis. Saya malah belum menjajal subway-nya karena lebih praktis ngebis ke mana-mana (ada one-day-pass juga, seinget saya 500-an yen).
Ada kejadian lucu waktu saya baru sampai di Kyoto dari Osaka (jam 8 malam) dan akan ke rumah teman saya di pinggiran Kyoto (nebeng menginap). Dia sudah mewanti-wanti kalo saya harus naik bis anu, tarifnya anu, dan turun di stasiun anu. Jadi saya sudah menyiapkan uang receh dan mengantri dengan manisnya.
Pas naik bis, untung saja informasi stasiun disajikan dalam bahasa Jepang dan latin, sehingga saya tidak perlu pusing. Apalagi saya telah mengamati peta di stasiun dan mendapati lokasi saya turun adalah stasiun kedua terakhir untuk bis ini. Perjalanan yang cukup panjang :p
Nah, pas nama stasiun saya sudah tertera di papan informasi otomatis di bis, saya langsung memencet bel. Ya ampun, haltenya nggak ada, cuma berhenti di pinggir rumah gitu saking ndesonya lokasi rumah teman saya ini hihihi. Papan haltenya sebenarnya ada, kecil saja, tapi di seberangnya :p
Bis di Jepang itu naik dari pintu tengah dan keluar dari pintu depan, dekat sopir. Saya maju dan melihat ada 3 mesin berbentuk kotak di samping pak sopir. Bingung, saya masukkan saja koin-koin saya di salah satu mesin, dengan dipandangi pak sopir yang diam seribu bahasa. Mendadak dari mesin itu malah keluar banyak receh. Saya kaget, pak sopir kaget juga dan mulai mengoceh dalam bahasanya. Saya bingung dan mulai menjelaskan bahwa “I don’t understand!”. Untung saja suami teman saya sudah siap sedia menunggu di “halte” tersebut dan langsung menyerbu masuk. Dia bilang bahwa saya turis dan mengambil koin-koin tadi (setelah memastikan ke saya bahwa saya tadi memasukkan jumlah yang benar) lalu memasukkannya ke mesin yang tepat. Malah akhirnya sisa koinnya, yang bukan duit saya, dibawanya sekalian. Bukannya buntung malah untung ) ternyata saya tadi memasukkan koin ke mesin penukaran uang. Jadi itu mesin tempat kita memasukkan pecahan uang kertas untuk ditukar dengan koin. Oalah ada-ada saja )
Berencana keliling Jepang minimal 7 hari atau lebih? Pertimbangkan membeliJapan Rail Pass (JR Pass). Mirip Eurail Pass untuk keliling Eropa, JR Pass ini memungkinkan kamu naik semua kereta JR (termasuk shinkansen yang mahal itu!) selama beberapa hari cukup dengan sekali bayar (di muka). Ada 3 tipe JR Pass yang ditawarkan: 7 hari dengan tarif 28.300 yen (ordinary alias kelas biasa) atau 37.800 yen (green car alias first class), 14 hari dengan tarif 45.100 yen (ordinary) atau 61.200 yen (green car), dan 21 hari dengan tarif 57.700 yen (ordinary) atau 79.600 yen (green car). Karena saya kemarin tidak menggunakan JR Pass, saya tidak tahu cara pakai persisnya bagaimana. Tapi keterangan lengkap bisa dicek di link di atas. Yang saya tahu, JR Pass hanya bisa dibeli di negara tempat si turis berada alias di luar Jepang. Jadi bagi kita, harus beli di Indonesia, yang kabarnya bisa di JALan Tour & Travel di Kyoei Prince Bldg. Ground floor, JNet Travel di Intiland Tower, 12th Floor, dan di Kyoei Prince Bldg lantai 1, tepat di atas JALan Tour.
No comments:
Post a Comment