Search This Blog

Saturday, May 21, 2011

Ban Mo

BTS Terakhir August 18, 2007

Bangkok 18 Agustus 2007
Inilah catatan harianku selama belajar di Bangkok. Rasanya agak telat aku menulisnya. Maklum aku agak gatek dengan yang namanya blog. Hanya baru akhir-akhir ini saja aku merasa ingin mengekspresikan pendapatku yang mudah diakses oleh orang lain. Aku berharap sedikit yang aku tulis di sini bisa bermanfaat bagi orang lain.
Aku gunakan istilah BTS Terakhir untuk mengenang beberapa saat ketika aku bersama Akhiki, saudaraku mengunjungi saudara kami yang lain dan kami terpaksa harus pulang menggunakan BTS terakhir sekitar hampir jam 12 malam.
monumen-demokrasi.JPG
Selamat Datang di Bangkok
Saat itu tanggal 10 Mei 2005 sekitar jam 4 sore pesawat Garuda yang membawaku mendarat di Donmuang. (Saat ini bandara Donmuang hanya untuk pesawat domestik, untuk penerbangan internasional telah pindah ke bandara Swarnabum, bandara yang sangat megah mirip bandara Ohio dengan gedung pengawas setinggi 100 m. Dari kos-kosanku ke bandara butuh waktu sekitar 1 jam naik taksi hanya dengan 200 an baht atau 60 ribu rupiah).
Begitu keluar pintu pesawat aku ternyata sudah berada dalam ruangan kedatangan untuk pemeriksaan paspor. Setelah mengambil bagasi aku keluar dan telah disambut oleh salah seorang rekanku. Dia telah berada lebih lama di Bangkok. Dia pulalah yang mengantarkanku ke tempat kos-kosanku. Namun sebelum ke kos-kosanku aku diantar menemui pengelola pascasarjana dan kamipun diajak makan-makan di Siam Square. Siam Square adalah tempat sangat populer di Bangkok. Di sebelah utaranya ada Siam Paragon dan di sebelah Baratnya ada Mall MBK, kependekan dari Mah Bung Krong, saat itu Siam Paragon belum jadi. Di MBK lah aku mencari hp vavoritku siemen. Di lantai empat MBK ada kantin Muslim dan harga seporsi makanan tidak mahal, tapi tentu harganya masih sedikit lebih mahal dibanding kantin kampus. Letak Siam Paragon sangat strategis berada di pusat keramaian kota Bangkok namun aku sangat sebal dengan kemacetan yang ditimbulkannya. Aku bisa satu jaman atau bahkan pernah hampir dua jam berada di bus sewaktu pulang dari kampus. Siam Paragon merupakan area Chulalongkorn University demikian juga dengan MBK.
Untuk pertama kali aku merasakan masakan Tom Yum (masakan nomor 1 di Thailand) ketika di Siam Square. Makanan ini memang enak. Aku kira lidah orang Indonesia pasti tidak asing.
Akhirnya setelah makan kamipun pergi menuju kos-kosanku. Eh ternyata yang punya kos-kosan bahasa Inggrisnya lancar. Bahasa Inggrisnya lebih baik dibanding aku. Ternyata aku harus membayar kos-kosan dengan uang jaminan. Entah apa maksudnya dengan uang jaminan ini. Memang hal yang umum di Bangkok kalau sewa kamar baik di apartemen maupun di kos-kosan seperti tempatku harus pakai uang jaminan. Aku pikir mungkin maksudnya agar penyewa kamar tidak macam-macam dan uang jaminan bisa diambil kembali. Kalau macam-macam uangnya bisa hangus.
Rekanku ketika melihat tempatku dia berkomentar tidak pantas aku menempati kamar seperti yang aku tempati. Masalahnya statusku. Masak aku harus menempati kamar yang hanya sebesar 2,5×2,5 m2 begitu komentarnya. Bayangkan ruang sebesar itu aku diharuskan belajar dengan rajin dan menyelesaikan pekerjaannku. Nyimpan buku saja aku kesulitan. Apalagi untuk masak, karena di sini mayoritas pengikut Buddha jadi sangat sulit cari makan halal kecuali masak sendiri atau ke kampung Muslim.
Akan tetapi aku terima saja keadaanku. Pernah juga ada niatan untuk pindah ke tempat yang lebih baik seperti semua mahasiswa lain yang menempati apartemen dengan luas 4×5 m2. Setelah aku pikir-pikir lagi ternyata sepertinya aku tak mampu untuk pindah ke kamar yang lebih besar. Biayanya sangat mahal untuk ukuranku dan yang diberikan oleh institusiku sangat minim, di bawah standard gaji buruh di Bangkok. Dan akupun harus tinggal seorang diri di sini jauh dari teman-teman Indonesia yang lain.
Akhirnya aku putuskan biaralah tetap di sini. Mungkin Allah lebih suka di aku menempati kamarku yang sekarang. Yah aku harus menerima keadaanku sekarang. Aku yakin tak mungkin Allah membiarkan aku menderita. Pasti Allah akan memberikan kenikmatan lain.
Jiradta 210/I
Sebenarnya yang memberitahukanku tentang kos-kosan yang aku tempati adalah seorang mahasiswa dari ITB namanya RS. Kamarnya persis di sebelah kamarku. Setelah makan-makan bersama pengelola sarjana kami bertiga menuju kos-kosan Jiradta. Dia pulalah yang memesankan kamar untukku jauh-jauh hari sewktu aku masih di Indonesia. Namum sampai aku menulis di blog ini selama lebih dari dua tahun sampai dia selesai program masternya kami hanya bertemu di kos-kosan tiga kali. Tampaknya dia lebih suka tidur di kampus (tidur di kampus adalah hal yang lazim dan diijinkan oleh universitas). Kami lebih sering ketemu di kampus atau di acara makan-makan di luar kampus.
Seperti yang pemiliknya katakan kos-kosan Jiradta adalah mungkin yang paling murah di tengah kota. Kalau dibandingkan di apartemen mahasiswa lainnya sewa di tempatku cuma sepertiganya saja. Misalnya di apartemen Athen di dekat KBRI satu kamar sewanya 5000 baht (sekitar 1,3 juta) kalau ditempatku cuma 400 ribu per bulan (temanku saja lima tahun yang lalu sewa kamar di dekitar UGM 300 ribu per bulan). Super murah! Tapi tentunya tidak bisa dibanding fasiltasnya. Di kamarku istilahnya hanya cukup untuk numpang tidur dan tempat taruh pakaian karena kamarnya sangat sempit. Untuk mandi dan cuci pakaian kami harus antri di lantai bawah (aku menempati lantai 3). Untungnya pemiliknya masih berbaik hati menyediakan air minum dan sekitar kos-kosan selalu dibersihkan setiap hari. Hal lain yang kadang aku sebel bercampur senang di tempat ini adalah kos-kosan buka dari jam 5 pagi sampai jam 10 malam. Di luar jam itu kos-kosan ditutup, maksudnya pintu gerbang kos ditutup dan yang mau masuk harus melompat pagar setinggi 2 meter. Aku senang karena aku pikir kalau ditutup malam berarti kos-kosan relatif aman. Sebelnya kalau aku pulang bawa tas berat-berat harus lompat pagar. Temanku celetuk “wah setelah sekolah dapat dua gelar satu gelar akademik dan satunya keahlian lompat pagar”.
Letak kosku sebenarnya tidak terlalu jauh dari kampus. Kalau pagi naik bus, dengan ongkos 7 baht (Rp.1600, dua tahun yang lalu cuma 1200), hanya butuh 15 menit. Berada di jalan yang merupakan terusan jalan Petchburi dari arah barat. Jalan besar depan kosku merupakan salah satu jalan utama dari para pejabat. Aku hafal kalau jalan sudah mulai sepi dan terlihat ada polisi di pinggir jalan berarti ada pejabat atau tamu atau keluarga raja yang mau lewat. Kalau sudah begini mau lewat tangga penyebrangan bakal dilarang. Orang-orang yang ada di atas jembatan penyebrangan diperintahkan cepat turun dan kendaranan yang akan keluar dari gang-gang dihentikan sampai yang lewat pergi. Kalau kebetulan sedang nunggu bus di halte semua orang harus berdiri ketika mereka lewat. Pernah aku lihat seorang polisi memegang pistol dibelakang tangannya ketika berjaga-jaga di gang.
Kemarin ketika aku lari-lari pagi untuk persiapan main bola memperingati 17 Agustus, aku baru tahu kalau dalam radius setengah kilometer ada markas tentara, seperti mabesnya TNI. Letaknya di arah barat kosku. Di sekitar sana banyak kantor-kantor pemerintahan. Bahkan kantor parlemen pun ada di sana. Jadi memang tidak heran jalan depan kosku sering dipakai untuk mencapai kantor perdana mentri yang letaknya pun di jalur jalan ke kampusku. Aku diberitahu di didekat kosku ada rumah dinas perdana mentri. Sepintas dari luar biasa saja tapi ternyata aku intip lewat pagar di dalamnya banyak polisi yang berjaga-jaga. Dan memang layak kalau tempat itu rumahnya perdana menteri melihat luasnya halaman rumah.
Pacuan Kuda
Di seberang jalan depan kosku ada tempat pacuan kuda. Pacuan kuda diselenggarakan sepekan sekali setiap hari Ahad. Kadang-kadang kalau pada hari Ahad bertepatan dengan hari libur Buddha atau hari lilbur pemerintah lainnya pacuan kuda dimajukan hari Sabtu.
Ada dua tempat pacuan kuda satu disekitar kos-kosanku dan satunya lagi di dekat Siam Square. Dua pekan sekali tempat ini menjadi ajang balap kuda. Kalau pada pekan ini poacuan di tempatku maka pekan depan pacuannya di tempat yang satunya lagi.
Meskipun dekat dengan pacuan kuda aku belum pernah sekalipun nonton. Seingatku aku nonton pacuan kuda secara langsung terakhir sekitar tiga puluh tahun yang lalu ketika diajak bapak. Sejak saat itu aku belum pernah lagi nonton.
Ada saja yang bisa dibisniskan di sekitar arena pacuan kuda seperti minuman dan penyewaan kekeran. Ada lagi misalnya dijual buletin kuda (sepertinya info prediksi kuda-kuda yang akan menang, maklum untuk taruhan. Mengingatkan aku pada jaman judi buntut yang menjual berbagai prediksi palsu yang menyesatkan). Banyak pengunjung yang datang di acara ini dan fenomena juru parkir muncul persis di tanah air. Padahal juru parkir merupakan fenomena yang langka dan jarang aku temui di Bangkok.
Acara pacuan kuda bukan saja disukai oleh kaum muda. Bapak-bapak yang sudah sepuhpun masih juga datang, aku melihatnya ketika sedang nunggu bus depan arena pacuan kuda itu. Dia turun dari bus sambil membawa buletin kuda. Tampaknya nonton pacuan kuda diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah dan telah mendarah daging.
Nonton pacuan kuda seperti nonton film di bioskop. Menurut seorang peneliti film yang melakukan riset film di Bangkok, wartawan majalah Gatra, katanya pemutaran film di bioskop selalu diawali dengan lagu kebangsaan. Para penonton diminta berdiri ketika lagu itu diperdengarkan. Aku pikir mungkin di arena pacuan kuda sama saja soalnya dari kamarku jelas terdengar pada satu waktu sebuah lagu diperdengarkan. Mungkin lagu itu pulalah yang diputar ketika pemutaran film bioskop dimulai.
Pasar MahanakMasjid Mahanak
Pasar Mahanak
Kalau berjalan sekitar sepuluh sampai lima belas menit dari kosku, jalan melingkar, ada sebuah pasar. Namanya pasar Mahanak. Aku mengetahui pasar ini sekitar enam bulan setelah di Bangkok, temanku yang memeberitahu. Sebenarnya ada jalan potong tapi aku takut, banyak anjing yang tiduran di sepanjang jalan itu. Pernah sekali seekor anjing herder mendekatiku, hiih…..ngeri! Sejak saat itu aku nggak mau lagi jalan potong, mending jalan mutar meskipun agak jauh.
Kadang-kadang orang menyebut pasar Mahanak dengan pasar Bobae karena konon katanya di pasar itu banyak orang-orang dari Bombai, India yang kulakan pakaian. Enam bulan yang lalu kalau pagi jalan-jalan di sekitar pasar Mahanak ramai dipenuhi oleh para pedagang pakaian. Samping kiri-kanan jalan, di atas trotoar dipenuhi oleh penjual pakaian. Apalagi tahun lalu ketika puncak peringatan ulang tahun raja baju-baju berwarna kuning dengan logo kerajaan dijual hampir di semua tempat. Uniknya keramaian di sepanjang jalan itu hanya berlangsung sesaat, menjelang jam 8 pagi semua penjual disuruh mengemas dagangannya dan bubar. Bermacam-macam pakaian yang dijual di sini. Sebagai kenang-kenangan akupun membeli sebuah jaket biru langit dengan logo kerajaan.
Kini pemandangan pagi yang ramai itu sudah tidak ada lagi. Entah mengapa. Aku menduga mungkin sekarang sudah tidak boleh. Tampaknya samping kiri kanan jalan diperbaiki sehingga tampak lebih rapi. Untuk menandai pasar ini, dari jauh lihat gedung warna pink.
Di Bangkok setahuku hanya ada dua pasar pakaian. Satu pasar Mahanak dan satu lagi pasar Pratunam. Menurut ibu-ibu yang sering berbelanja beberpa pakaian lebih murah di pasar Mahanak. Aku pikir murahnya itu karena pasar Mahanak kurang ramai dibanding pasar Pratunam. Disamping letak pasar Mahanak yang agak jauh beberapa pusat pertokoan. Atas info dari ibu-ibu itulah aku belikan beberapa potong kain khas Thailand untuk saudara-saudaraku. Temanku ketika mau pulang berlibur dia beli sekitar duapuluhan potong kain.
Kalau mau ke pasar Mahanak dari KBRI gunakan jalur 2, 60, 79, 512. Kalau dari Victory Monumen gunakan jalur 8 atau 44. Bagi yang suka jalan melihat-lihat pasar turun saja di pasar buah, setelah lampu merah jembatan layang, sebelum jalan ke pasar kain. Dari sini kalau jalan terus ke barat di samping kiri dan kanan dipernuhi oleh pedagang buah. Konon juga di sinilah salah satu pusat kulakan buah-buahan di Bangkok. Kebanyakan pedagang buah sering mendapatkan daganyannya di sini. Habis Subuh jalan-jalan aku menyaksikan transaksi buah sangat ramai. Di bagian inilah kadang aku mendapatkan buah jambu kesukaanku, karena murah meriah, harganya sangat murah. Biasanya jambu kalau beli di pedagang keliling satu buah harganya 10 baht tapi di sini kadang mereka jual 3 sampai 4 biji cuma sepuluh baht. Jambunya memang besar satu kilonya ada yang cuma 2 biji.
Pas di lampu merah terus saja belok kiri kira-kira seratusan meter akan sampai ke pasar pakaian. Pasar ini dibelah oleh jalan, aku tak tahu apa nama jalannya. Kalau beli kain yang agak murah letaknya di sebelah kiri atau sebelah timur jalan. Tapi harus masuk dan belasuk-belasuk, mencari sendiri di dalam pasar. Ini sulit dijelaskan, soalnya jalannya berbelok-belok dan tempatnya terpencil. Pedagangnya sudah akrab dengan orang Indonesia, tapi tentu saja dia tak bisa bahasa Indonesia.
Kalau jalan terus ke arah selatan di sebelah kanan ada perkampungan Muslim. Dari jalan tampak tulisan Mahanak Masque. Dan kalau berdiri di jembatan dekat pasar terlihat kubah masjid. Aku sebenarnya pingin sesekali sholat Jumat di sini tapi belum kesampaian. Tapi aku sudah pernah beli nasi di sekitar Masjidnya.
Jalan Petchburi
Jalan ini merupakan jalan penting, setidaknya bagi kami mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Bangkok. Di sinilah letak KBRI yang menjadi pusat aktivitas beberapa kegiatan. Jalan Petcburi sebelelah barat bersambung dengan dua jalan yaitu jalan Pasar Mahanak dan jalan Phitsanulok. Sedangkan di sebelah timur bersambungan dengan jalan Ramkamheng.
Di sepanjang jalan ini banyak terdapat tempat-tempat terkenal. Misalnya saja pasar Pratunam, letaknya di seberang jalan agak kekanan dari KBRI. Pasar pratunam lebih besar dibanding pasar Mahanak. Kalau ingin cendra mata bisa lihat-lihat di emperan toko atau di sepanjang tepi jalannya, mirip di Malioboro.
Satu lagi yaitu pusat komputer, IT City, Pantip Plaza, letaknya persis di sebelah timur KBRI. Nama Pantip menurut yang aku tahu adalah nama seorang keluarga raja. Tempat ini menjadi langganan cuci mata bagi sebagian orang yang pingin lihat-lihat perkembangan terbaru harga-harga komputer dan berbagai gadget lainnya, termasuk aku. Sering kali mereka adakan promosi untuk menarik pengunjung. Namun aku sepertinya tidak terpengaruh. Bagiku ada atau tidak pameran sama saja. Sama saja gak bisa beli. Aku pernah bandingkan misalnya harga kamera di Bangkok dan di Jakarta, ternyata harga di Bangkok sedikit lebih murah. Kalau bingung cari KBRI tanyalah orang Thai di mana letak Pantip pasti Anda akan segera menemukannya.
Jalan lagi ke arah timur sekitar puluhan meter terdapat pusat fashion, mal Platinum. Jenis pakain yang dijual di Platinum kayaknya sedikit beda dengan yang ada di seberang jalan, di sini aku belum pernah beli pakaian. Maklumlah mal, pajaknya lebih besar dibanding di pasar.
Selanjutnya jalan terus ke Timur dan berbelok ke kanan di Lampu Merah, terus saja akan sampai di mal I-SETAN dan Central World. Kalau Anda termasuk orang cukup berduit, tidak seperti saya, jalan-jalan saja ke kedua tempat itu pasti sangat memuaskan. Aku sangat suka kalau baca-baca di depan kedua mal itu karena sangat luas. Aku sering lihat halamannya dipakai untuk beberapa pertunjukan musik.
Di depan I-Setan dan Central World terdapat Supermarket Big C. Aku biasanya beli Indomie di sini. Tapi harga Indomie sekarang sudah dua kali lipat. Kira-kira sebulan yang lalu harganya 8 baht (sekitar Rp.1800) sekarang menjadi 11 baht kata temanku. Itu kira-kira sama dengan Rp.2600 per bungkus. Muahalnya!!! Entahlah ini politik dagang atau memang karena nilai tukar baht yang kuat terhadap rupiah. Jadi makin susah makan indomie.
Jalan Phayathai
Jalan yang satu ini juga merupakan jalan yang cukup ramai. Menghubungkan Victory Monument dengan MBK. Jalan Phayathai memotong jalan Petchburi di perempatan Ratchadewi. Di atas jalan ini terdapat jalur BTS. Kalau mau ke MBK atau Siam Paragon dengan cepat gunakan saja BTS kurang dari sepeuluh menit sudah sampai. Kami kalau ke Catucak untuk menghindari macet selalu menggunakan BTS selain murah juga ditanggung tepat waktu. Banyak bus yang lewat jalan Phayathai namun setelah perempatan Ratchadewi bus-bus itu akan berpencar. Misalnya, setahuku, bus yang ke MBK adalah 29, yang ke pantip bisa 38 atau 62, yang ke jalan Phitsanulok bus 509.
Victory Monument
Victory Monument
Di Jakarta ada bundaran HI. Di semarang ada simpang lima. Di Yogya ada Bunderan UGM. Maka di Bangkok ada Victory Monument dalam bahasa Thai disebut Chawali. Di sini adalah salah satu sumber kemacetan karena banyak bus-bus dari berbagai arah masuk ke tempat ini. Rasanya aku berkali-kali ke tempat ini agar hafal posisinya. Maklumlah sepanjang setengah lingkaran halte-halte bentuknya sama. Apalagi banyak orang yang berlalu lalang menjadi pemandangan banyak terhalang kecuali melihat dari jalan atas. Di hampir setengah lingkaran Victory Monument dibangun jalan layang khusus untuk pejalan kaki. Bagus juga untuk melihat-lihat ramainya kendaraan di bawah.
Di sekitar VM banyak terdapat penjual-penjual aksesories dan cindera mata. Aku pernah lihat ada yang jual jam, emas, bross, dan sebagainya juga harganya pun miring.
Taman Catucak dan Lumpini
Kedua taman ini merupakan di antara tempat-tempat berolah raga bagi masyarakat Bangkok dan sekitarnya. Di dalam kedua taman terdapat semacam danau buatan.
Catucak letaknya di sebelah utara VM naik bus kira-kira 10 menitan kalau tidak macet atau naik BTS inilah ujungnya dan taman Catucak berada di sebelah barat BTS. Setelah ini tak ada lagi BTS, jadi gak apa-apa kalau ngantuk di BTS tidur saja, nanti dibangunin atau balik lagi. Aku pernah lari-lari pagi di sini. Pernah sekali kami mahasiswa mengadakan pengajian di tempat ini. Mungkin seperti taman lainnya di Indonesia tempat di tempat ini tidak sepi dari yang suka mojok. Yach.. kalau punya keluarga pasti sangat menyenangkan berpiknik ria.
Tidak jauh dari taman Catucak ada pasar namanya Pasar Catucak. Pasar ini sangat ramai di waktu akhir pekan. Maklum iklannya berbunyi butuh sepekan untuk mengelilingi pasar Catucak. Berbagai cindra mata dijual dan variasinya jauh lebih banyak dibanding pasar Pratunam. Pernah kemarin ada teman dari Jakarta yang membawa orang tuanya ke Bangkok dan lihat-lihat pasar Catucak. Keluar rumah jam 8 balik ke rumah jam 1 padahal sudah direncanakan pergi ke Ayutaya, kota bersejarah di sebelah utara Bangkok. Dan yang dibeli pun sangat banyak sehingga kelebihan bagasi sendiri satu juta rupiah lebih. Aku baru sekali lihat pasar ini di akhir pekan, karena mengantar teman yang lainnya lagi. Melihat barang-barang yang dijual tampaknya pasar ini lebih tepat disebut pasar Cindra Mata.
Sebuah taman yang lebih besar lagi adalah taman Lumpini. Nama Lumpini tampaknya diambil dari nama kelahiran Sidarta Gautama, sang Buddha. Aku tak tahu berapa panjang jalan yang ada mengelilingi taman Lumpini. Hanya saja kalau aku joging aku perhatikan setidaknya butuh waktu lebih dari tiga puluh menitan sekali putaran. Berbagai macam gerak badan bisa dijumpai di tempat ini. Ada yang berjoging ria, berlatih kungfu, taichi, latihan pedang seperti di komik, foto-foto, senam bersama, pokoknya banyak. Pernah juga aku lihat sekelompok ibu-ibu berlatih beladiri diiringi musiknya Jet Li, Wong Fei Hung. Bagi yang suka fitnes ada juga fasilitas umum yang bisa digunakan meskipun sederhana. Untuk yang bawa keluarga bisa menyewa sepeda air. Aku bayangkan bila bersama keluarga di sini tentu sangat mengasyikan. Tahun lalu menyambut 17 Agustus, KBRI menyelenggarakan jalan sehat di taman ini.
Kalau mau masuk taman Lumpini bisa dari berbagai arah. Di salah satu pojoknya terdapat patung Raja Chulalongkorn. Udara taman Lumpini sangat sejuk di pagi hari. Di sekitarnya memang dikondisikan seperti kondisi alam. Aku pernah mengambil gambar bangau tongtong, biawak, burung gagak, burung jalak, dan pemandangan menarik lainnya. Tidak hanya masyarakat Thailand sendiri yang memanfaatkan tempat ini untuk berolah raga. Orang bule pun suka menggunakannya. Menarik juga tempat ini bisa digunakan untuk sekedar melepaskan kekusutan pikiran. Banyak tersedia tempat duduk untuk santai-santai. Ada juga yang jual makanan ringan di sekitar taman. Namun para penjual makanan akan pergi menjelang hari beranjak siang. Kalau mau ke taman ini dari Pantip naik jalur 505 ke arah timur atau naik BTS jurusan Sapan Thaksin kalau dari Siam Paragon.
Grand Palace (Wat Phra Kaeo)
Tidak lengkap rasanya kalau ke Thailand sebelum masuk ke Grand Palace. Kata orang disinilah tempat tinggal Raja Thailand. Tapi jangan berharap bisa masuk ke halaman rumah raja setelah masuk GP karena halaman rumah Raja adalah tempat terlarang untuk umum. GP menyerupai sebuah benteng yang dikelilingi pagar tembok setinggi lebih dari 5 meter. Dari luar GP tampak besar tetapi setelah masuk ke dalamya tidak seluas yang dibayangkan. Obyek yang dilihat dalam GP hanyalah berupa miniatur istana raja dan sekilas sejarah perkembangan Thailand. Di sekitarnya terdapat juga rumah ibadah (wat) penganut Buddha. Aku masuk ke sini karena terpaksa menemani seorang profesor dari Jepang. Orang sing yang mau masuk ke GP harus membeli tiket seharga 200 baht per orang sedang untuk orang Thai gratis. Kita orang Indonesia wajahnya mirip dengan orang Thai kalau bisa sedikit bahasa Thai mungkin bisa juga gratis, tapi jangan lakukan kalau ketahuan negara yang malu.
Di peta, kawasan sekitar GP adalah kawasan yang paling padat. Berada di sekitar lengkungan sungai Chao Praya, tempat banyak hotel bintang lima berdiri. Ketika presiden SBY datang ke Bangkok tahun lalu, presiden dan rombongan tinggal di salah satu hotel di tepian CP. Memang pemandangan di sepanjang CP sangat indah di malam hari. Perahu-perahau dengan hiasan warna-warni menghiasi gelapnya malam di atas CP. Tampaknya orang-orang bule menyukai hal ini karena ada saja orang bule berada di kapal yang mondar-mandir. Pernah aku makan-makan di salah satu restoran yang ada di pinggir CP atas undangan sebuah keluaraga Indonesia yang akan menunaikan ibadah haji. Kami ke sana naik bus kemudian setelah sampai di tepian sungai ada perahu yang telah siap menjemput kami untuk diantar ke seberang.
Untuk sampai ke GP dari KBRI butuh waktu kira-kira setengah jam, mungkin kurang tergantung kemacetannya, dengan naik bus 60. Bilang saja mau turun di Wat Phra Kaeo (wat pa keo) karena kadang kondektur bus tak tahu istilah GP. Tanda-tandanya kalau sudah melewati bundaran Democracy Monument dan lapangan luas berarti dua atau tiga menit lagi sampai. Sebaiknya pergi ke GP sebelum tutup jam 4.
Mencari Makanan Halal
Ketika pertama aku datang masalah pertama yang ku hadapi adalah soal makanan. Pada awal-awalnya, ketika belum berpengalaman, pada hari-hari libur aku terpaksa makan roti dan ikan kaleng se bagai pengganti nasi. Atau kadang membeli nasi putih dan ikan kaleng di toko 24 jam, seven eleven. Kalau bosan aku membeli mi halal buatan Thailand. Ini berlangsung sebulan dua bulan. Setelah itu aku baru tahu ternyata agak jauh dari tempatku ada perkampungan Muslim. Sehingga setiap hari libur aku ke sana untuk mencari makanan sekaligus bisa sholat berjamaah di Masjid.
Kampung Muslim ini terletak di jalan Petchburi dekat perempatan Ratjadewi. Seringkali para staf KBRI datang ke tempat ini pada hari Jumat sekalian Juamatan meskipun ada Masjid di lingkungan KBRI. Kami menyebut tempat ini dengan soi cet alias gang tujuh karena memang masuk ke kampung Muslim dari gang tujuh. Sepanjang gang ini banyak dijual makanan halal. Mereka penjualnya biasa memberi tanda jualannya dengan tulisan bismillah atau Allah atu Muhammad atau tanda lainnya yang bercirikan Islam.
Setahuku ada tiga warung makan di sekitar soi cet. Kami orang Indonesia yang pas-pasan seperti aku biasanya membeli makanan di warung yang namanya Ali, pemiliknya bernama Ali dari Patani. Letaknya agak masuk puluhan meter dari jalan besar. Harga makanannya sedikit lebih mahal dibanding kantin universitas. Di warung ini ada makanan yang bisa langsung dibeli dan bisa juga dipesan. Di depan warung Ali ada restoran Muslim namanya Hayati yang harga makananya lebih mahal dibanding Ali. Warung yang ketiga adalah warung makan Mak Yah, juga dari Selatan. Namun makanan di sini lebih mahal dibanding warung Ali, mungkin sesuai namanya Restoran Muslim. Sering aku lihat para pelancong dari Indonesia datang makan di tempat ini. Restoran Mak Yah terletak persis di pinggir jalan di bawah jalan layang Ratjadewi.
Untuk hari-hari kerja di Universitas tersedia makanan halal. Harga makanan di kantin universitas paling murah dibandaing tempat lain di Bangkok. Dulu setidaknya ada tiga kantin Muslim tapi sekarang tampaknya tinggal dua. Satu sudah gulung tikar. Yang sangat merepotkan bila kantin tutup kami terpaksa mencari di tempat lain. Namun alhamdulillah sampai saat ini kami belum pernah sampai keluar kampus. Kalau kantin yang satu tutup kami mencari ke kantin yang satunya lagi. Keberadaanku di Universitas tergantung keberadaan kantin, maklum tanpa amunisi tak bisa berpikir. Meskipun bisa berada 24 jam di kampus aku lebih baik ngacir daripada kelaparan.
Di kantin kadang kami merasa bukan sedang berada di negeri orang lain. Ada saja sesama mahasiswa Indonesia ketemu makan siang atau makan malam. Pernah suatu ketika di blok meja dipenuhi oleh semua mahasiswa Indonesia dan uniknya kebanyakan dari Yogya. Sehingga ada yang nyeletuk di sini gak ada mahasiswa Indonesia yang ada mahasiswa Jawa.
Temanku bilang di kantin universitas dekat asrama mahasiswa, agak jauh dari lab-ku, tapi masih komplek unversitas ada juga kantin Muslim cuma aku belum pernah kesana membuktikannya.
Di depan Pantip Plaza, seberang jalan, tepatnya di soi sip cet (gang 17) ada juga yang jual makanan halal. Letaknya di ujung kira-kira 50 m dari jalan besar.
Ada dua Mal setahuku yang menyediakan makanan halal. Yaitu di Platinum sebelah timur Pantip Plaza dan di MBK di lantai 4. Kantin di MBK banyak jadi agak sulit menemukannya. Aku dua atau tiga kali makan di sana baru agak hafal tempatnya. Ancar-ancarnya letaknya di ujung, utara dan di bagian depannya ada beberapa counter penjualan barang. Harga makanan paling murah 35 baht, seperti di Ali.
Satu lagi dan aku baru satu kali pergi ke sana ketika acara perpisahan mahasiswa yaitu warung Usman yang terletak di jalan Sukumvit. Aku lupa gang berapa, kayaknya gang 22. Meskipun orang selatan, penjualnya, Usman sangat fasih berbahasa Indonesia. Logatnya tidak menunjukan dia orang Thai. Awalnya aku pikir dia orang Jakarta tapi dia mengaku orang Thai asli. Kefasihannya berbahasa Indonesia mungkin karena dulunya warungnya merupakan langganan para pilot Garuda. Para pilot itu menginap di hotel persis di samping warungnya. Usman juga menjual bumbu Tomyam.
Hampir lupa dengan rumah sendiri. Kalau sudah sangat rindu dengan masakan tanah air pergilah ke KBRI pada hari-hari kerja. Di KBRI pada hari-hari kerja ada kantin yang buka. Pengelolanya ibu-ibu Darmawanita. Harga makananan agak mahal. Perbandingan harganya adalah sekali makan di kantin KBRI hampir sama dengan tiga kali makan di kantin universitas. Aku makan di sini kalau terpaksa saja, bukan kelasnya!
Sekolah Indonesia Bangkok (SIB)
SIB letaknya di dalam KBRI. Alhamdulillah aku memiliki sedikit hubungan emosional dengan sekolah ini. Setahun lebih aku diberikan kesempatan membagikan ilmu yang aku pelajari belasan tahun yang lalu. Aku mengenal semua guru-guru yang mengajar di SIB. Mengajar anak-anak SMA SIB sangat menyenagkan. Aku seperti melihat diriku sendiri ketika mengajar di depan kelas. Pengalaman ini merupakan pengalaman sangat berharga. Mereka, murid-murid yang aku ajar seperti adikku sendiri, mereka kebanyakan anak pejabat di lingkungan KBRI. Belajarpun sangat santai tapi serius, suatu suasana yang tidak aku dapatkan ketika sedang belajar di SMA dulu. Mungkin karena begitu dekatnya kami menikmati suasana belajar layaknya les privat. Sampai pernah suatu ketika akan ulangan aku telah membawa soal-soal yang telah disiapkan beberapa hari sebelumnya, ketika murid-murid itu datang mereka dengan entengnya menyatakan belum siap ulangan mohon ditunda. Hah…jadi sia-sia peras otak buat soal. Yah begitulah kondisinya. Mana ada di Indonesia ulangan pakai nawar. Namun aku setulusnya senang mengajar mereka.
Berdasarkan sejarahnya alumni SIB sering 1 atau 2 orang diterima di PTN. Mereka kebanyakan diterima di IPB karena telah ada semacam MOU antara SIB dan IPB bahwa tamatan SIB dengan rekomendasi tertentu dapat langsung diterima di sana. Kenyataannya SIB memiliki cukup perangkat penunjang pendidikan yang tidak kalah dengan sekolah lainnya di Indonesia. Di sini terdapat seorang pengajar asing, native speaker dari Inggris yang namanya Mr. Mike. Hampir semua kelas telah dilengkapi dengan jaringan komputer. Bagi anak-anak yang memiliki orang tua campuran sekolah di SIB akan menjadikan mereka menguasai dua bahasa bahkan dua budaya sekaligus. Inilah kelebihan di SIB. Satu lagi, nilai bahasa Inggris murid SIB selalu lebih tinggi dari Bahasa Indonesia.
Sampai saat ini ketika aku lewat atau berpapasan dengan para murid-murid SIB kami saling menyapa. Saking seringnya mereka menyapaku temanku dari Swedia nyeletuk wah.. kayak artis.
Baiyoke
Mungkin bagi kalangan elite kata Bayoke tidaklah asing. Namun kurang populer untuk masyarakat menengah ke bawah. Bayoke terletak di sekitar pasar Pratunam merupakan gedung tertinggi di Thailand. Berdiri di atas gedung ini, di lantai 86 yang bagian luarnya berputar dapat menyaksikan pemandangan kota Bangkok.
Untuk dapat menikmati pemandangan kota Bangkok orang harus membayar tiket masuk sebesar 400 baht (100 ribu lebih). Aku dapat masuk kesini lantaran mengikuti acara perpisahan salah seorang pejabat KBRI yang pindah tugas ke negara lain. Di lantai 84 terdapat restoran yang menyediakan berbagai hidangan lezat.
Jalan-Jalan di Sekitar Bangkok
Tidak banyak tempat yang pernah aku kunjungi selama di Bangkok. Kondisi keuanganku memaksa aku harus berhemat sebisanya. Jadilah aku orang yang kurang beruntung memanfaatkan waktu jalan-jalan selama di Thailand. Namun demikian ada juga satu dua tempat yang pernah aku kunjungi dengan tidak perlu mengeluarkan duit banyak.
Pertama kali aku bepergian ke luar Bangkok yaitu ke Pantai Pek Tien diajak teman-teman universitas. Jauhnya kira-kira 4-5 jam dari Bangkok. Acara ini merupakan acara rutin dan tampakanya dimaksudkan sebagai acara penyambutan anggota baru. Kami bermalam di sana denagn menyewa beberapa penginapan. Semuanya diatur oleh mahasiswa Thai. Pantai ini kurang ramai dan aku menduga mungkin hanya diperuntukan kalangan tertentu. Setelah mengadakan acara ketawa-ketiwi di malam hari dan dilanjutkan permaiunan game di pagi harinya kami langsung pulang.
Jalan-Jalan Ke Ciang Mai
Berikutnya aku diajak SIB mengunjungi sebuah tempat yang aku kepingin sekali lagi mengulanginya. Sebuah lokasi yang sampai saat ini aku nilai paling indah dan menyenangkan di Thailand. Itulah Doi Angkang (DA). Alhamdulillah aku gratis berangkat ke sana karena dibayari oleh SIB. Berangkat dari Bangkok naik kereta malam AC tepat pukul 19.30 wit. Mungkin itulah pengalamanku pertama dan terakhir naik kereta malam Thailand. Keretanya biasa saja, kereta Taksaka tentu jauh lebih bagus. Namun suasana dalam kereta tidak mengecewakan, tidak bau. Bahkan aku bisa mandi di atas kereta. Setelah tidur semalaman di atas kereta sekitar jam 9 pagi sampailah kami di stasiun KA Ciang Mai. Setelah keluar dari stasiun kami telah dijemput oleh travel yang salah satu guidenya orang selatan dan fasih berbahasa Indonesia. Terakhir aku tahu ternyata dia, namanya Abdullah, sudah biasa menemani orang-orang Indonesia yang pesiar ke Thailand. Kadang aku bertemu Abdullah di sekitar soi cet kalau beli makan.
Setelah perjalanan hampir satu jam kami singgah di sebuah warung makan yang telah dipesan. Servis warung makan itu sungguh memuaskan, memang benarlah yang dikatakan orang bahwa kelebihan Thailand dibanding Indonesia adalah soal servis. Setelah betul-betul kenyang kami lanjutkan perjalan ke sebuat tempat yang paling indah, DA. DA letakanya di atas sebuah perbukitan di Ciang Mai, kota terbesar kedua di Thailand. Ciang Mai merupakan basis pendukung mantan presiden Mr. Thaksin. Keindahan dan suasana DA mungkin seperti di Puncak, Bogor (tapi aku belum pernah ke Puncak, cuma katanya) atau mungkin juga seperti di Kaliurang, Yogyakarta yang udaranya dingin. Aku nilai indah karena di sini merupakan pusat riset pertanian yang berada di bawah kendali Raja Thailand dan bekerja sama dengan universitas Kasesart, Thailand.
Di sekitar vila kami menginap merupakan tempat riset Bunga. Areal hampir satu lapangan bola dipenuhi oleh bunga yang berwarna-warni. Aku belum pernah melihat pemandangan ini di manapun. Kemudian berkendaraan di sekitar kawasan pusat riset bunga terdapat pusat riset sayuran dan buah-buahan. Beraneka jenis tanaman dikembangkan di sini. Demikian juga dengan buah-buahan. Ketika malan beranjak masuk suasanya betul-betul sunyi, mengingatkan aku pada masa-masa KKN di bawah perbukitan Suroloyo, Magelang. Pikiranku menerawang seakan ingin kembali ke masa-masa mahasiswa dulu yang penuh dengan kehangatan teman-teman. Ah.. betapa indahnya DA. Kalau aku punya duit ingin rasanya kembali ke DA dengan keluargaku dengan orang-orang yang aku cintai.
Setelah semalaman menginap di DA siangnya kami melanjutkan ke tempat lain yang sangat bersejarah bagi masyarakat Thailand, aku lupa namanya, Doi … apa yah? Di sini konon katanya muncul seekor gajah putih yang membangkitkan semangat perjuangan rakyat Thailand. Tempat inipun letaknya di atas perbukitan. Untuk sampai ke tempat ini kami harus jalan kaki menaiki tangga mirip di pemakaman raja-raja di Imogiri, Yogyakarta. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan dengan mampir makan siang di warung Muslim yang pemiliknya ternyata orang keturunan Cina. Selanjutnya kami menuju penginapan. Pagi hari dan seharian kami melihat tempat-tempat pusat kerajinan keramik, perak, kipas, payung. Pada malam ketiga akhirnya kami mengunjungi restoran lesehan yang sangat terkenal di sana, akupun lupa namanya. Pagi harinya langsung kami siap-siap pulang. Piknik yang sangat menyenagkan di Thailand.
——————————————————————————————
Sejarah Singkat Thailand
Bangsa Thai berasal dari Szechuan, China yang migrasi ke Thailand melewati China Selatan. Mereka kemudian terpecah menjadi dua yaitu yang mendiami Lan Na dan Sukhothai. Sukhothai kemudian menjadi Kerajaan Thai pertama dibangun tahun 1238 oleh dua orang Khun Bang Klang Thao (Si Inthrathit) dan Khun Pha Muang yang memberontak pada kerajaan Khmers. Setelah meninggalnya Khun Pha Muang, mahkota raja disandang oleh Rhamkhamhaeng.
Ayutthaya merupakan ibukota kerajaan Thai dibangun oleh U Thong tahun 1350. Raja Ayyutthaya I adalah Ramathibodi I. Setelah Ayyutthaya ditaklukan oleh Burma tahun 1767, ibukota berpindah ke Thonburi berada di sebelah barat sungai Chao Phraya. Pendiri kota Thonburi adalah Raja Taksin. Selanjutnya terjadi konflik politik sehingga jendral Chao Phraya Chakris diangkat sebagai raja.
Raja Chakri dilantik pada 6 April 1782 ditandai dengan penyematan mahkota kerajaan dan bergelar Rama I atau Raja Buddha Yot Fa Chulalok. Pada tahun 1809, Rama II atau Raja Buddha Loet Lad, anak dari Rama I memegang mahkota kerajaan sampai tahun 1824.Tahun 1824-1851, Rama III atau Raja Nang Klao berhasil mengadakan hubungan perdagangan dengan Cina sehingga menaikkan produksi pertanian domestic. 
Rama IV
 atau Raja Mongkut (Phra Chom Klao), yang memerintah dari tahun 1851 sampai 1868 hidup sebagai pendeta Buddha selama 27 tahun. Selama masa pemerintahannya dia mampu berbicara dalam bahasa latin, Inggris, dan lima bahasa lainnya. Dia belajar tentang ilmu-ilmu modern dari seorang pemdeta lokal Mon. Dalam masa kepemimpinannya dia membuat undang-undang untuk melindungi hak anak-anak dan wanita, membuka transportasi air dan jalan-jalan, dan membuat media cetak pertama.
Rama V atau Raja Chulalongkorn, anak Rama IV, melanjutkan pemerintahan ayahnya dari tahun 1868 sampai 1910. Dia mulai mereformasi tradisi, bidang administrasi dan hukum dengan mengijinkan para pejabat duduk di kursi selama pertemuan kerajaan. Di bawah pemerintahan Rama V, Thailand membuka hubungan dengan Eropa dan Amerika. Dia membuat sekolah-sekolah, jalan, kereta api, dan kantor pos pertama Thailand. Tahun 1892, Rama V mebuat gebrakan pada system pemerintahan Siam dengan membentuk kabinet dengan 12 menteri.
Rama VI atau Raja Vajiravudh, menyandang mahkota kerajaan dari tahun 1910 sampai 1925. Selama pemerintahannya yang singkat dia melakukan westernisasi di Thailand. Dia memperkenalkan pendidikan sekolah dasar, wanita Thailand diijinkan memanjangkan rambut sampai panjang tertentu. Nama keluarga dan sepak bola juga digalakkan.
Tahun 1925-1935 adalah masa pemerintahan Rama VII atau Raja Prachadhipok, saudara Rama VI. Dia mengubah system pemerintahan Siam dari Kerajaan Murni menjadi Demokrasi. Revolusi meniru system kerajaan British, yaitu dengan menggabungkan kekuatan militer dan sipil. Pada saat itu, tahun 1932 Phibul Songkran memimpin militer melakukan coup. Dia mempertahankan kekuasaannya dari tahun 1938 sampai berakhirnya Perang Dunia II.
Rama VIII atau Raja Ananda Mahidol, Sepupu Rama VII, mengambil alih mahkota kerajaan pada tahun 1935 namun terbunuh secara misterius tahun 1946. Saudaranya, Raja Bhumipol Aduldej menggantikannya sebagai Rama IX. Di bawah pemerintahan Raja Rama IX, Negara yang semula bernama Siam pada tahun 1946 diubah menjadi Thailand yang dalam bahasa Thai berarti “Prathet Thai” , kata “Prathet” artinya Negara dan kata “Thai” artinya kebebasan demikian menurut bangsa Thai. (Dari berbagai sumber)
——————————————————————————————-
Pantai Pattaya
Banyak orang Indonesia tampaknya kepingin ke Pattaya yang lama perjalanannya sekitar 3 jam dari Bangkok. Temanku yang bekerja di perusahaan minyak dunia sampai bosan harus mengantar setiap pejabat Indonesia yang minta diatar ke Pattaya. Hampir setiap bulan ada saja pejabat atau relasinya yang meminta ditemani ke sana. Akupun heran banyak orang Indonessia kepingin ke sana padahal tidak banyak yang khas di Pattaya. Aku belum pernah ke Pasir Putih, Bali tapi temanku yang telah ke Bali bisa membandingkan keadaan di Bali dan di Pattaya. Pantai Pasir Putih di Bali jauh lebih bagus dibanding Pattaya. Pantai Kukup dan Baron di Yogyakarta pun aku nilai lebih Indah dibanding Pattaya.
Tahun lalu ketika aku seminar di hotel pinggir Pantai Pattaya, Hotel Jomtien aku tidak melihat sesuatu yang bagus. Dalam hatiku mungkin ketika aku ke Pattaya kemarin aku salah nginap. Mungkin ada posisi lain yang membuat Pattaya indah dipandang.
Pantai Pattaya konon memiliki otonomi khusus dibanding daerah lainnya. Di sekitar pantainya kalau malam suasanya persis di negara-negara barat. Banyak bar, rumah bilyard dan pakaian para pelayannya pun mirip budaya barat, yah.. seperti di film-film koboi. Orang bilang ini adalah pantai turis, mungkin lebih tepatnya pantai bule. Jadi kalau ada orang Asia atau orang Indonesia yang main ke sana sangat kurang layak. Apa sebab? Untuk orang Thailand sendiri mereka punya pantai yang memang dikhususkan bagi mereka. Karena perawakan orang Indonesia sama dengan Thailand maka lebih baik kita mengunjungi pantai-pantai yang biasa dikunjungi oleh orang-orang Thailand.
Pantai Bang Saen
Pantai Bang Saen
Aku sudah dua kali ke pantai ini. Pantai Bang Saen merupakan pantai lokal masyarakat Thai yang terletak satu jalur dengan Pattaya. Pertama ke pantai ini diajak menemani dosen UI yang sedang workshop di AIT. Kami bermain Banana Boat di sana sampai semua pakaian basah. Pantainya lumayan rame pada hari libur. Kemarin ada juga turis yang “kesasar” dengan pakaian bikini berlarian memasuki area pantai, mestinya dia ke Pattaya.
Untuk kali kedua, aku tiba-tiba ditelepon oleh temanku yang mengajak pergi bersama piknik mengatar dosen dari UI dan istrinya yang mengadakan seminar di hotel bintang lima di pinggiran sungai Chao Praya. Aku diminta datang pagi-pagi menggunakan BTS jurusan Sapan Thaksin. Sesampai di sana aku ternyata sudah ditunggu oleh perahu yang akan mengantar para penumpang ke hotelnya. Wah baru kali ini merasakan bagaimana nikmatnya kalau jadi orang yang menginap di hotel bintang lima, dijemput pakai perahu. Memang demikianlah hal yang lazim di pinggiran sungai Chao Praya, mungkin sebagai daya tarik. Setelah makan siang di pantai kami balik ke Catucak dan makan malam di MBK.
Pantai Bang Pi
Pantai Bang Pi
Dua kali juga aku mengunjungi Pantai Bang Pi. Setahun yang lalu aku berangkat bersama teman-teman mahasiswa dan beberapa keluarga Indonesia. Berangkat naik bus dari KBRI. Setelah sampai di sana menjelang sore langsung saja nyebur di laut dan main bola pantai. Pada malan hari kami sedikit mengadakan acara sirman rohani, maklum semua peserta Muslim. Kemudian bakar sate dari hasil melaut untuk makan malam, maksudnya beli seafood di pasar terdekat.
K ali kedua pada bulan Maret kemarin. Acara ini dimaksudakan sebagai perpisahan dengan beberapa teman yang akan pulang ke Indonesia karena sudah selesai. Sebelum sampai di Bang Pi kami putar-putar dulu di taman buah, Suppata beberapa kilometer dari Bang Pi. Menarik juga areal Suppata lumayan luas. Kami mutar-mutar di sekitar arealnya dengan kereta khusus, kereta kelinci. Di dalam kebunnya kami boleh makan buah sepuasnya. Ada mangga, durian, salak, pepaya, rambutan dan sebagainya. Namun tidak semua buah ada. Selama berkeliling di taman buah pemandunya yang merangkap sopir sedikit-dikit ber-Bahasa Indonesia. Tampaknya banyak orang Indonesia yang sudah mengunjungi tempat ini. Setelah sekitar dua jam di taman kami langsung menuju Bang Pi.
Pada kali kedua ini ada seorang mahasiswa China yang ikut. Satu hal yang aku ingat dari dia yaitu bagaimana awalnya dia menolak rendang yang kami bawa karena belum mencicipinya. Setelah dibujuk mencoba eh.. ternyata dia sangat suka.
Sistus Ayuthaya dscn0370.jpg
Ke Kota Tua Ayuthaya
Pergi ke Ayuthaya adalah keinginanku sejak lama. Sejarah dan sisa-sia perkembangan kerajaan Thailand masih dapat dengan jelas disaksikan di kota ini. Di Ayuthaya beberapa kali murid-murid SIB mengadakan eksibisi kebudayaan Indonesia.
Kota Ayuthaya terletak sekitar 2 jam perjalanan ke arah utara dari Bangkok dan berada di tepian sungai….gak tahu namanya. Inipun aku hanya menemani keluarga dosen UI yang melancong. Areal yang merupakan situs kerajaan Thailand lumayan luas. Benteng dan candi-candi di sekitar kerajaan menunjukan bahwa betawa kuatnya pengaruh ajaran Buddha di kerajaan Thailand. Kami sempat naik ke salah satu sisa-sisa menara pengamat. Tampaknya di sekitar obyek yang kami kunjungi orang dapat berkeliling dengan menyewa Gajah.
Tampaknya masyarakat Muslim di Ayutthaya sangat fanatik. Ketika kami sholat di salah satu masjidnya di dinding bagian depan ada tulisan dalam bahsa Arab yang kira-kira artinya “Lindungilah kami dari orang-orang Yahudi dan Amerika”
Dam Srinagarin
Awalya kami ingin mencari daerah untuk piknik. Maka kami berkendaraan entah ke arah mana sehingga akhirnya kami sampai ke sebuah dam yang sangar besar. Namun sebelum itu kami sempat sarapan di warung Muslim. Kata orang nama bendungan ini adalah Dam Srinagarin, nama seorang keluarga raja. Aku pun sangat senang dengan keindahan di lokasi dam.
Dam ini luar biasa besar. Aku perhatikan ketinggian permukaan air di dam dan air yang di bawahnya sangat dalam. Genangan air yang dihasilkannya tampaknya telah menenggelamkan sebagian daerah pegunungan. Sepertinya ini merupakan terusan sungai Mekong. Sebagai pembendungnya sebuah dinding yang tebalnya selebar dua atau tiga lajur jalan sepanjang hampir setengah kilometer, dan memang diperuntukkan jalan mobil. Sayangnya tempat ini agak panas dan lokasinya tidak terlalu luas.
Air Terjun Mini
Ketika pulang dari Dam Srinagarin kami secara tak sengaja melewati semacam baliho yang menunjukan lokasi sebuah air terjun. Kami tertarik untuk mencoba membuktikan apakah memang ada air terjun di lokasi itu. Kami pun mengarahkan kendaraan masuk ke lokasi yang tampak berupa hutan Jati. Setelah sampai di lokasi kami mencoba mencari-cari tempat yang di maksud. Kami dapati ada plang-plang penunjuk ke tempat-tempat tertentu yang memilki nilai sejarah. Diantarnya adalah jembatan peninggalan Jepang. Kami berusaha mengkuti penunjuk arah yang ada. Setelah jalan sana-sini kami mendapati letak jembatan jauh ke dalam hutan yang jaraknya sekitar 500 m. Setelah sampai di tempat yang kira-kira memang ada bekas jembatannya kami jadi ragu apakah betul ini jembatan yang dimaksud. Masalahnya di situ hanya ada bekas tiga besi berdiameter 12 mm yang telah dipotong beserta dinding yang telah tertutupi tanah. Tampaknya bukan merupakan jembatan yang dimaksud tapi kami tidak menjumpai jembatan lain selain jembatan itu. Kami ngakak… ternyata kami berhasil tertipu. Lebih hebatnya ternyata selain kami ada juga orang bule yang mengunjugi lokasi. Lalu kami bilang rasain tertipu.
Setelah itu kami mencoba mencari lokasi Air Terjun Mini. Kami berputar-putar mencari di mana sebenarnya lokasinya. Akhirnya setelah secara tidak sengaja kami jalan di jembatan yang berada di atas sungai di dekatnya barulah kami tahu lokasi Air Terjun Mini. Letaknya ternyata di pojok. Tinggi air terjun itu tidak lebih dari dua meter. Itulah hebatnya orang Thailand ada saja caranya menjual sesuatu. Dengan modal peninggalan Jepang tiga potong besi ditariknya para pelancong dalam dan luar negeri. Mereka berhasil buktinya lokasinya juga rame ada bulenya lagi!!
Ini semakin mengindikasikan bahwa apa yang diiklankan oleh pemerintah atau pengusaha di sini tentang keindahan alamnya tidak sama dengan kenyataannya, jauh panggang dari api. Sejujurnya aku salut dengan mereka. Obyek yang tidak seberapa bagus dibanding Indonesia mereka kemas sehingga menarik orang untuk datang. Bandingkan dengan kita di Indonesia. Kita punya banyak kekayaan apakah budaya atau alam tapi kita tidak mampu memanfaatkannya. Jadilah orang lain yang mengambil dan megkomersilkan lalu kita pun ribut-but…
KBRI Bangkok
Inilah rumah keduaku. Kalau kami mahasiswa berkumpul di KBRI kami seakan lupa sedang berada di negeri orang. Mungkin ini pulalah sebabnya mengapa bahasa Thai-ku tidak lancar karena lebih sering kumpul dengan orang Indonesia. Setidaknya dua kali sepekan aku ke KBRI. Pertama untuk Jumatan dan kedua ngajari ngaji Iqra anak-anak.
Bagi yang ingin berolah raga dapat datang pada Senin, Rabu, atau Jumat sore. Pada saat-saat itu adalah jadwal olah raga para staff KBRI. Meskipun jadwal ini khusus untuk para staff tapi masyarakat Indonesia lainnya boleh juga gabung. Dulu kami mahasiswa sering menggunakan waktu hari Sabtu untuk berolah raga. Karena sekarang banyak mahasiswa yang pulang mahasiswa yang ingin berolah raga mengambil salah satu dari jadwal yang ada.
Beberapa peristiwa penting telah aku saksikan di KBRI. Diantaranya menghadiri acara ramah tamah presiden SBY tahun lalu. Satu lagi adalah foto bersama mahasiswa dengan Sri Sultan Heamengkubowono X yang datang ke Thailand beberapa bulan yang lalu. Untuk acara-acara seperti ini kami mahasiswa atau masyarakat Indonesia selalu diundang. Jadi beruntung kami yang kontrakannya tidak jauh dari KBRI dapat mengikuti acara-acara umum yang diselenggarakan di sana.
Konon katanya KBRI Bangkok adalah salah satu yang terbesar dibanding KBRI lain. Hal ini disebabkan KBRI Bangkok memilki hampir semua Atase. Pertahanan AD/AL/AU, Pendidikan, Perdagangan dll. Dikatakan juga di sinilah para calon dubes dididik. Selain itu luas halaman yang dimiliki juga melebihi KBRI lainnya. Namun demikian luas halamannya cuma sepertiga dari kedutaan US.
Macetnya Bangkok
Kalau soal macet dimana-mana sama. Bedanya di Bangkok kemacetan sulit diprediksi karena lampu merah bisa diatur dari pos polisi terdekat. Bila ingin cepat ada beberapa alternatif untuk mengatasi macet. Pertama, bila naik bus mintalah tolong pada supir untuk membukakan pintu lalu jalan kaki. Kedua, turun dari bus cegat ojek. Ketiga, turun dari bus naik BTS. Keempat, turun dari bus naik perahu. Kelima kuatkan kesabaran.
Minum Bir di Pinggir Jalan
Dalam hal minum bir tidak perempuan tidak laki-laki sama saja, sama-sama biasa minum. Minum bir bukanlah hal yang tabu. Di warung-warung atau kaki lima biasanya menyediakan minuman berakohol. Aku menceritakan ini bukan berarti pengalaman, hanya sering lihat saja mereka minum ketika jalan kaki. Hebatnya mereka minum bukan sedikit tetapi banyak. Setidaknya mereka minum satu gelas tapi tidak mabuk. Lain di tempat kita, minum sedikit saja mabuknya bikin geger sekampung.
Aku Diusir
Dulu ibuku pernah bilang kalau tawar beli barang setidaknya menawar setengahnya terus makin turun. Pesan ibuku itu tentu sangat mujarab kalau beli barang terutama pakaian di shoping Yogya. Bukan hanya di Yogya di seluruh Indonesia mungkin begitu keadaannya.
Ketika pesan ibuku aku praktikan di Bangkok tidak mempan dan sangat memalukan. Aku cuma mau beli pakaian di pinggir jalan yang harganya 180 baht. Aku tawar 150 gak mau aku tawar 170 aku diusir. Terpaksalah aku beli dengan harga yang dia sebutkan. Tapi tidak semuanya seperti itu. Kemarin waktu ada ibu-ibu orang dari Medan mampir ke Bangkok dia ditawari tas, maklumlah ibu-ibu, seharga 1000 baht. Aku lihat tasnya tidak bagus-bagus amat, aku taksir mestinya sekitar 250-300 baht. Tapi ketika ditawar 400 baht penjualnya langsung hooh..Mungkin penjualnya dah tahu gaya Indonesia.
Mahasiswa Jepang yang Lucu
Aku punya cerita tentang dua orang mahasiswa Jepang yang mengambil tugas riset di univ-ku. Aku pikir kisah ini membuatku berpikir betapa kemajuan Jepang sangat luar biasa, maklum aku belum pernah ke sana. Jauh-jauh hari Aajarn, dosenku, sudah memintaku untuk memesan dua kamar untuk kedua mahasiswa itu. Aku pesankan tempat tinggal sementara di tempatku mengontrak kamar. Singkatnya, setelah bertemu di kampus, temanku anak Thai berbaik hati mengantar kami dengan mobilnya menuju kos-kosanku. Ketika di jalan kami ngobrol-ngobrol dan tiba-tiba dia bertanya kepadaku pertanyaan yang aneh menurutku sebagai orang Indonesia. Pertanyaan ini pasti kita tidak akan dengar dari mulut orang Indonesia. Dia bertanya padaku “apakah di kos-kosan ada tempat sampah?” Aku tadinya pikir dia akan bertanya tentang air minum, pertanyaan lazim di tanah air tercinta. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan kebersihan dan ketertiban membuang sampah sehingga pertanyaan pertamanya adalah keberadaan tong sampah.
Di hari lain kedua mahasiswa itu bertanya hal lain yang membuatku geli. Keduanya bertanya bagaimana membuang air besar, alias bagaimana cara be-ol. Apa? Cara be-ol? Memangnya mau be-ol bagaimana? Ya be-ol saja! Aku perhatikan wajah mereka sangat lugu. Bagaimana aku harus menjelaskannya? Seumur-umur baru kali ini ada orang bertanya bagaimana cara be-ol. Tahulah aku bahwa mereka tidak terbiasa be-ol dengan air. Mungkin selama ini atau sejak lahir mereka be-ol dibersihkan dengan kertas tisu. Jadi ketika di WC ada air mereka jadi bingung. Terpaksalah aku jelaskan sambil jongkok penuh canggung di WC dan mereka serius memperhatikan penjelasanku. Bahkan cara mengambil air pun yang letaknya di bagian belakang aku praktikan. Setelah itu mereka mantuk-mantuk. Oh..Jepang.
Sampeng
Pekan kemarin seniorku bersama anaknya datang dari Yogya. Selama tiga hari aku mengantar mereka keliling bangkok. Setelah mengantar mereka ke tempat-tempat umum selama dua hari, di hari ketiga aku bingung mau ke mana lagi? Aku dapat ide ke China Town alias Sampeng. Meskipun sudah lama di Bangkok baru kali ini aku ke sana. Temanku bilang di sampeng harga barang-barang tertentu lebih murah dibanding barang yang sama di pasar Pratunam. Memasuki jalan di sekitar Sampeng lumayan rame. Di sisi kanan kirinya nuansa berwarna merah menghiasi pertokoan yang ada. Setelah menyusuri jalan di sekitar pertokoan akhirnya kami putar ke Mal Platinum terus pulang.
Kophun krab
Meskipun sudah tiga tahun di Thailand aku masih sulit beribicara bahasa Thai. Bahasa Thai adalah bahasa bernada beda nada beda arti. Misalnya kata untuk mengatakan jauh atau dekat sama, yaitu klai. Bedanya klai dengan nada tinggi artinya dekat, nada rendah artinya jauh. Untuk menanyakan siapa menjual telur ayam, kata yang digunakan cuma satu yaitu kai tetapi harus diucapkan dengan nada berbeda. Jadi katakan kai kai kai kai. Kata lain adalah ma. Hati-hati mengucapkan kata ini karena bisa-bisa dianggap memaki orang lain. Misalnya maksud kita memanggil orang hei kamu ke sini, keliru mengucapkan nada berarti kita menyebut orang lain anjing karena arti lain dari ma adalah anjing. Rumit bukan?
Kata yang sering terdengar ketika berbicara adalah krab atau kha. Ini merupakan kata untuk menyatakan lebih sopan. Padanannya dalam Bahasa Indonesia mungkin seperti ucapan ya di akhir kalimat. Krab selalu digunakan oleh pembicara laki-laki sedang khaselalu diucapkan oleh pembicara wanita, bukan tergantung yang diajak ngomong melainkan siapa yang ngomong. Kalau Anda laki-laki selalu gunakan krab dan perempuan khaKopun krab artinya terima kasih, diucapkan oleh laki-laki. Kalau bertemu orang Thai katakan sawad di, artinya bisa selamat pagi, siang, sore atau malam, sejenis kata salam. Kalau Anda disambut dalam bahasa Thai, karena wajah kita mirip dengan mereka, katakan saja mai kaochai krab, kon Indo artinya saya tidak paham, saya orang Indonesia.
Kudeta PM Thaksin
Aku ingat betul kejadian kudeta yang terjadi beberapa waktu lalu. Kejadian itu terjadi pada malam hari sekitar jam 9 malam Kamis. Saat itu aku sedang santai setelah pulang dari kampus. Ketika dalam perjalanan pulang tidak ada tanda-tanda akan terjadi kudeta. Mungkin karena tidak mengikuti berita atau memang kejadian itu sangat rahasia sehingga tak seorang pun yang tahu malam itu akan terjadi peristiwa sangat heboh. Ketika santai itulah temanku anak Thai menelponku untuk tidak kemana-mana pada malam itu karena terjadi sesuatu dengan pemerintah. Demikian juga dengan teman Jepang di depan kamarku pun ditelpon untuk tidak kemana-mana. Aku belum paham benar apa yang dia maksud. Setelah itu aku berusaha mencari tahu lewat internet, maklum aku tak punya sumber informasi lain. Dari kamarku aku dengar teman Jepang itu berekasi setelah melihat lewat internet. Aku penasaran apa yang terjadi. Setelah membuka berita Yahoo tahulah aku malam itu terjadi kedeta terhadap pemerintah Thaksin. Tampak tentara dengan seragam dan senjata lengkap siap tempur berdiri mengelilingi sebuah bangunan, aku pikir pasti kantor perdana menteri dan kementrian dalam negeri.
Keesokan harinya seperti biasa pagi-pagi aku ke kampus. Tampak jalan-jalan agak sepi. Di perempatan jalan Phitsanulok dan di semua perempatan jalan banyak tentara berjaga-jaga dengan tanda pita kuning di lengannya. Namun demikian kegiatan kehidupannya berjalam seperti biasa. Itulah hebatnya Thailand meskipun terjadi kudeta tidak menimbulkan huru-hara seperti yang ada di benak orang Indonesia. Malah sebagian orang berpendapat termasuk aku bahwa ini bukan kudeta melainkan drama kudeta. Buktinya para wisatawan atau turis malah berfoto ria dengan para tentara. Para tentara itu malah ada yang dikalungi bunga. Sayangnya saat itu aku belum punya kamera sehingga moment yang langka itu tidak bisa diabadikan.
Tuk-Tuk= Bajaj
Selama di Bangkok baru tiga kali aku naik tuk-tuk. Pertama, ketika hari pertama menginjakkan kaki di Bangkok. Kedua pada malam perpisahan mahasiswa. Ketiga kemarin waktu seniorku datang. Kata orang Jakarta tuk-tuk sebenarnya bajaj. Karena suaranya tuk-tuk-tuk… maka dinamakan tuk-tuk. Inilah kendaran yang agak praktis. Kalau banyak orang dan nanggung naik taksi maka gunakanlah tuk-tuk. Sedikit lebih mahal dibanding taksi tapi dari pada capek atau kepanasan mending naik tuk-tuk sambil menikmati pemandangan kota. Ongkos tuk-tuk juga fleksibel harus pandai-pandai nawar, minimal 30 baht.
Pasar Ban Mo
Salah satu pasar yang mungkin bisa disebut pasar tradisional eletronik adalah Pasar Ban Mo. Di tempat ini aku pikir semua suku cadang elektronik dari yang kecil-kecil sampai yang besar tersedia. Bayanganku ketika memasuki pasar ini adalah andaikata aku paham soal elektronik tentu aku akan buat berbagai macam inovasi. Apa saja yang berkaitan dengan elektronik tampaknya bisa didapat. Remote control, PCB, kabel, perkakas, dsb semuanya tersedia. Selain itu di beberapa gang ada orang-orang yang menjual vcd x secara ilegal. Pernah suatu ketika sedang lewat di salah satu gang mereka sibuk bergegas menutup semua jualannya. Mereka lipat payung bungkus dagangan dan menyembunyikannya di sisi-sisi toko. Entahlah padahal vcd yang sama aku kira juga dijual di Pantip. Setelah itu aku baru tahu rupanya yang akan lewat adalah polisi bermotor. Setelah polisi lewat mereka buka kembali dagangannya. Melihat dari caranya mengemas barang aku pikir mereka bukan bermaksud memberi jalan tetapi kuatir ketangkap tangan.
Ying Kwaa Sia Jai
Hanya sekedar menyatakan apresiasi kesenian Thai aku sering berbasa basi bilang kepada teman-teman Thai bahwa aku suka lagunya yang dibawakan Punch: Ying Kwaa Sia Jai. Judul itu kalau di-Indonesiakan kira-kira artinya Kecewa Berat, Aku Setia Kau Khianati. Musiknya memang bagus. Ketika pertama-tama kali aku sampai di Bangkok lagu ini sering terdengar di bus-bus kota. Aku pernah baca bkomentar-komentar tentang lagu ini. Orang asing pernah bilang sebagai lagu Thai terbaik yang pernah didengarnya. Menurut teman Thai, Punch sering membantu rakyat miskin. Lagunya bisa didengar di:
atau untuk clipnya lihat di:
Perhatikanlah clip yang melatar belakangi lagu itu. Mengisahkan dua orang yang dimabuk cinta, kisah klasik. Hanya saja aku pikir di situ tergambar keadaan umum di Thailand. Mereka tampak sederhana dan memang mereka sederhana. Bandingkan dengan sebagian besar lagu-lagu di tanah air! Meskipun lagu itu menggambarkan kesedihan tetapi kesedihan yang wajar.
Masjid di Bangkok
Umat Muslim di Thailand berkisar 8-10% dari total penduduk Thailand. Meskipun mayoritas penduduk Thailand mengikuti ajaran Buddha, mereka di Bangkok dapat hidup berdampingan dengan umat Muslim secara harmonis. Umat Islam di Bangkok relatif mudah untuk melaksanakan ibadahnya. Umat Islam punya hak yang sama untuk melaksakan keyakinannya. Terbukti mencari Masjid untuk jumatan relatif mudah. Ada beberapa masjid yang pernah aku kunjungi:
Masjid Darul Aman di dekat perempatan Ratja Thewi, di soi cet
Masjid Bantathong, di dekat Lotus belakang MBK
Masjid Islamic Center, di Jl. Ramkamheng
Masjid KBRI
Masjid Indonesia, di belakang Night Bazzar, Lumpini
Masjid Jawa, di Satorn
Masjid Harun di Saphan Thaksin
Masjid Indonesia
Namanya saja Masjid Indonesia tapi kalau ke Masjid ini jangan berharap akan ketemu orang Indonesia di sekitarnya. Jumlah keluarga yang tinggal di sekitar masjid bisa dihitung dengan jari. Di samping masjid bahkan ada wat, kuil umat Buddha. namun salutnya mereka umat Buddha membolehkan umat Islam yang cuma segelintir untuk membangun masjid di lingkungannya. Memasuki masjid ini ketika pertama kali hatiku bergetar disebabkan kata Indonesia.
Konon yang membangun Masjid ini pada awalnya memang orang Indonesia. Ini berlangsung sekitar sekitar empat sampai lima dekade yang lalu. Awalnya bangunan masjid ini hanya berupa musholla kecil terbuat dari papan persis rumah panggung di tanah air. Semenjak dua tahun yang lalu masjid ini telah berubah menjadi bangunan kecil yang cukup megah terdiri dari dua lantai. Ketika kami mengunjungi masjid ini sekitar sebulan yang lalu kami melihat ternyata salah seorang yang meresmikannya adalah ketua Partai Demokrat Thailand, Abisit. Ironisnya tak ada seorangpun pejabat KBRI yang datang ke tempat ini, padahal masjid menggunakan nama Indonesia. Ironisnya lagi, di dinding masjid terpampang kalimat basa basi dalam bahasa Inggris, aku kira hanya untuk menghormati orang Indonesia, yang artinya masjid dibangun atas sumbangan orang Indonesia. Masya Allah, betapa mereka sangat menghormati orang Indonesia. Dari bincang-bincang dengan pengurus Masjid aku yakin tak ada orang Indonesia yang menyumbang untuk masjid itu. Lalu uangnya dari mana? Apa dipikir masjid di Bangkok miskin? Salah besar. Asal tahu saja, salah satu masjid di Bangkok punya kas jutaan baht, milyaran rupiah.
Masjid Jawa
Namanya unik. Masjid ini lumayan luas terletak di daerah Satorn yaitu di jalur BTS arah Saphan Thaksin. Ketika kemarin aku mampir ke sini tampak di gang masuk ke masjid beberapa orang berkopiah duduk-duduk persis di tanah air. Ketika bincang-bincang dengan salah seorang takmir tampaknya dia memang punya darah Jawa. Bahasa Jawanya sudah betul-betul hilang hanya satu atau dua kata yang masih diingatnya. Seperti halnya masjid Indonesia, Masjid Jawa punya keterkaitan dengan orang-orang Jawa yang datang ke Thailand beberapa puluh tahun yang lalu. Konon orang Jawa yang datang ke Bangkok memang didatangkan khusus sebagai pekerja pada beberapa proyek seperti penggalian kanal di sekitar Bangkok. Ada juga yang bilang orang Indonesia yang didatangkan ke Bangkok ditugasi menebang pohon yang besar-besar yang menurut orang Thai pohon-pohon angker. Maklumlah kadang aku lihat orang Thai pagi-pagi suka duduk di bawah pohon tertentu sambil membaca doa-doa sehingga dia tak berani menebang pohon sembarangan.
Masjid Islamic Center, Ramkamheng
Menurut seorang takmir masjid di sekitar bangkok ada sekitar 300 masjid dan barangkali masjid inilah yang terbesar di Bangkok. Berada sekitar setengah jam perjalanan bus dari KBRI. Kubah masjid ini sangat khas menyerupai payung. Aku pertama kali ke sini justru pada malam hari di bulan Ramadan sekitar jam 11. Saat itu aku rencananya pingin iktikaf. Setelah taraweh di KBRI temanku bilang di sana ada yang melakukan iktikaf jadi setelah ambil baju dan membeli makanan di soi cet aku langsung ke sana. Aku sempat kesasar jauh. Namun alhamdulillah dengan berbekal instink petualang kurang dari satu jam aku akhirnya berhasil mendapatkan masjid itu. Letak masjid Islamic center agak masuk ke dalam melewati sebuah gang. Di depan gang ini sudah ada semacam plang yang bertuliskan masjid Islamic center. Para sopir taksi biasa mengenal gang ini dengan soi penjapa. Dari jalan besar harus berjalan sekitar seratus meter.
Areal di sekitar Msjid Islamic Centre ini lumayan luas. Selain bangunan masjidnya luas halamannya pun luas. Masjid memiliki dua lantai. Lantai bawah digunakan untuk aktivitas umum dan lantai atas untuk sholat. Aku perhatikan setiap hari Ahad ada saja kegiatan yang berlangsung di sana apakah seminar ke-Islaman atau acara pernikahan. Pokoknya acara walimahan sangat sering. Entah berapa kali aku menyaksikan terjadinya akad nikah di dalam masjid bahkan aku pernah mengambil beberapa gambar ketika prosesi nikah berlangsung. Akupun pernah menyaksikan prosesi akad nikah antara jamaah Syiah.
Di bagian bawah masjid terdapat kantor takmir, toko buku, perpustakaan serta beberapa kantin. Dengan adanya kantin tentu saja bikin betah berlama-lama di masjid. Ada beberapa buku bahasa Inggris yang sangat aku cari-cari terdapat di toko buku itu sehingga aku membelinya meskipun mahal.
Pernah beberapa kali aku saksikan di halaman masjid berlangsung acara panggung terbuka. Acaranya hanya talk show entah siapa pembicaranya sambil disaksikan oleh penonton yang duduk di kursi ala jamuan pesta. Di sekitarnya dipenuhi oleh para pedagang Muslim yang menjual baju-baju dan aksesoris Muslim lainnya. Belakangan aku baru tahu bahwa acara seperti itu akan diadakan kalau ada peringatan hari-hari Islam seperti Maulud atau Isra Miraj nabi.
Masjid
Perpustakaan Masjid di Bangkok
Masjid Bantathong
Terletak dekat Lotus, belakang perempatan MBK. Dari MBK terus ke barat kira-kira 500 meter sampai perempatan lampu merah belok kanan sekitar 300 meter sampailah di Masjid ini. Masjidnya persis di samping barat jalan setelah jembatan. Seingatku, hanya beberapa kali aku Jumatan di sini. Kemarin waktu ada teman dari Jakarta, karena mau cepat-cepat ke MBK setelah piknik dari Pantai kami mampir di Masjid Bantathong untuk sholat Asar. Kami sholat di situ selain dekat dengan MBK juga karena Masjid punya halaman parkir mobil, di Masjid Darul Aman parkir mobil mengambil badan jalan.
Masjid Harun
Pertama kali tahu Masjid ini yaitu ketika ada kunjungan Ibu Wiryaningsih ke Bangkok beberapa waktu lalu. Setelah melihat-lihat Wat Arun kami menyebrangi sungai Chao Praya, naik Prahu menuju Sapan Thaksin. Sebelum akhirnya makan malam di Usman kami sholat Asar dulu di Masjid Harun, di samping hotel Hyatt, dekat jalur BTS. Eh ternyata di sana ketemu bapak-bapak sudah tua masih bujang berasal dari Indonesia. Bicaranya sudah tidak jelas. Dia bilang berasal dari Cirebon.
Masjid di Bang Api
Aku ke masjid ini beberapa waktu lalu. Menurutku, karena posisinya, masjid ini sangatlah menyenangkan di banding masjid-masjid lain. Karena buru-buru aku tidak sempat menanyakan apa nama masjid ini. Letak masjid ini berada persis di pinggir kanal. Ada beberapa pintu masjid yang menghadap ke kanal dan di samping masjid tampak bangku-bangku yang memang di sediakan khusus. Ketika kemarin Jumatan di sini aku sempat membayangkan kalau saju aku bisa duduk-duduk di sini seharian sambil menghafal Quran tentu sangat menyenangkan. Ingin rasanya aku ke sana lagi sambil menikmati waktu pagi atau sore berada di pinggir masjid. Sayangnya Masjid Bang Api ini jauh.
Jalan-jalan ke Hua Hin
Perjalanan ke Hua Hin terjadi beberapa bulan yang lalu. Sebenarnya sudah lama aku bercita-cita ke sini karena menurut orang-orang tempat ini bagus. Katanya juga di sekitar Hua Hin ada tempat peristirahatan raja. Sehingga kepingin rasanya ke sana sebelum pulang. Alhamduliilah kesempatan itu akhirnya datang juga.
Kami mulai perjalanan dari Bangkok sekitar jam 8 pagi dan sampai di penginapan sekitar jam 12 saat rintik-rintik hujan mulai menyentuh bumi. Tidak ku sangka penginapan Milford Hotel yang kami tempati berada di tepian pantai yang sangat mengasyikan. Halaman hotel yang menghadap laut ditata sedemikian rupa dilengkapi bangku-bangku sehingga menikmati pemandangan laut tentu sangat menyenangkan. Setelah makan siang dan sholat kami langsung nyebur di pantai. Ternyata pantainya landai. Sekitar sepuluh sampai dua puluhan meter pantainya rata-rata saja. Kami bisa berendam di lautan sepuasnya. Setelah berendam di laut sepuasnya kami menuju kolam renang yang ada di halaman hotel. Kolam yang agak luas itu menjadikan kami betah berlama-lama bolak-balik berenang dari satu tepian ke tepian yang lain. Subhanallah Allah memebrikan kenikmatan yang banyak. Kalau ditotal Hampir dua jam kulit kami bersentuhan dengan air laut dan air tawar. Setelah mandi sepuasnya kami kembali ke hotel.
Menjelang malam, deburan ombak di pinggir pantai sampai ke kamar kami. Hotel Milford memang didisain untuk rileks. Kami bisa menikmati kedua sisi pemandangan. Sisi timur menghadap laut dan sisi barat menghadap pegunungan. Sangat menyenangkan. Dari lantai 9 kami bisa menyaksikan sunrise di pagi hari dan sun set di senja hari.
Pantai Hua Hin
Ketika malam tiba tampak turis dari taiwan melepas balon-balon gas ke udara. Dari lantai kamar kami pemandangan itu menambah keindahan langit di pinggir pantai. Aku jadi teringat tanah air ketika malam idul fitri dimana banyak obor-obor dinyalakan. Balonnya bukanlah sembarang balon melainkan kantong plastik berukuran 1 m x 0,5 m. Kantong plastik itu kedua sisinya telah dipasang semacam kerangka dan di tengah kerangka itu dipasang semacam lilin besar. Setelah lilin nyala segera kantong plastik dipasang. Udara yang ada dalam kantong lama-kelamaan makin panas sehingga tekanan udara panas akan memaksa kantong plastik naik ke angkasa.
Setelah tidur semalaman pagi harinya kami menikamati sejuknya udara pantai. Matahari muncul di timur menjadikan tepian tampak berkilauan. Makan pagi kami nikmati di pinggir pantai sambil menyaksikan keindahan laut, karunia alam yang diberikan Allah. Betapa bahagianya hatiku. Inilah pemandangan kedua yang aku nilai paling bagus setelah perbukitan di Chiang Mai. Setelah makan pagi langsung kami nyebur ke laut untuk kedua kalinya. Setelah dua jaman mandi di laut dan kolam renang kami berkemas-kemas pulang. Semoga aku bisa kembali ke tempat ini dengan orang-orang yang aku cintai.]
Hari Senin Libur
Kalau kebetulan baru pertama kali ke Bangkok dan tiba di sini pada hari Senin maka kota Bangkok akan kelihatan bersih. Di jalan-jalan utama pasti tidak ada PKL. Pemerintah menetapkan hari senin sebagai hari bersih dari PKL. Tak satupun PKL boleh menggelar dagannya di tempat-tempat yang telah ditentukan. Kata temanku dulu kebijakan ini hanya pada hari Rabu tapi sekarang menjadi hari Senin. Yang boleh menggelar dagangan hanyalah tempat-tempat berjualan permanen. Jadi datanglah ke Bangkok selain hari Senin agar bisa melihat wajah aslinya.
Hotel Sekitar KBRI Bangkok
Idelanya kalau ke Bangkok carilah hotel atau penginapan yang letaknya di sekitar KBRI. Bukan masalah apa-apa selain memang lokasi ini akan memudahkan ke mana saja, setidaknya kalau ingin ke Pasar Pratunam menjadi lebih mudah. Selain itu, untuk memudahkan mencari makanan halal dan, kalau pingin, bertemu komunitas Muslim. Ada beberapa tempat yang dapat dipilih di sekitar Pasar Pratunam.
Amari Hotel, letaknya persis di pinggir jalan Pasar Pratunam, kayaknya mahal.
First Hotel, terletak sekitar 300 m dari pasar pratunam, katanya murah dan paling vaforit.
Opera Hotel, letaknya di belakang First Hotel, lebih murah lagi
Asia Hotel, jaraknya sekitar 800 m dari Pratunam tapi langsung bisa naik BTS dari hotel ini, tarifnya hampir sama dengan First Hotel. Dekat Soi Cet, perkampungan Muslim. Bisa sering sholat berjamaah.
Grand Diamond Hotel, letaknya di samping KBRI, kayaknya agak mahal
Masjid Tonson di Bawah Jembatan Layang
Pada beberapa waktu yang lalu kebetulan pas liburan aku sangat ingin mengunjungi Masjid ini. Orang bilang masjid ini paling kaya. Tanah yang dimilikinya mulai dari perempatan Ratjathewi sampai ke soi cet. Entah berapa ratus bath yang didapatinya tiap tahun dari hasil sewa tanah-tanah tersebut. Konon tanah ini merupakan warisan sejak ratusan tahun lalu.
Berbekal nekad dan petualangan aku bertanya-tanya kepada teman-teman di mana persisnya masjid Tonson. Setelah mendapat cukup informasi, ancar-ancarnya sekitar wat arun,  aku mulai menyetop bus yang ke arah Grand Place. Sampai di sana aku menyebrang dari peer Tha Thien ke Wat Arun dengan sewa cuma 3 baht. Setelah keluar dari halaman Wat Arun aku menuju jalan besar. Sampai di sini aku kebingungan mau kemana? Ke kiri atau ke kanan? Mula-mula aku ke kiri tapi aku balik ambil arah kanan.  Di tengah jalan aku berpikir kayaknya kalo ke kiri kembali masuk kota, selanjutnya aku balik belakang dan menyebrang dan terus berjalan sambil berdoa mudah-mudahan mendapat petunjuk. Alhamdulillah setelah jalan puluhan meter aku mendapati plang yang mengarahkan ke masjid Tonson. Setelah jalan beberapa saat dan mutar-mutar sesuai petunjuk itu aku tak mendapat masjid, yang ada malah wat.  Kembali aku ke jalan utama. Aku bertanya terbata-bata dengan bahasa Thai kepada salah seorang yang kebetulan rumahnya di samping jalan. Dia bilang jalan terus saja. Akhirnya sekitar 300 meter aku bisa melihat masjid Tonson. Mesjid ini letaknya di bawah jembatan layang.  Ternyata di depan masjid terdapat kuburan.
Sambil menunggu sholat jumat aku membeli makanan di sekitar masjid. Aku perhatikan suasana di sekitar masjid mirip dengan masjid lain di Bangkok, ada beberapa yang jual makanan. Sebelum khutbah dimualai diawali dengan semacam pengajian tafsir. Menjelang jam 12.30 pengajian berhenti dan ibadah jumat dimulai. Setelah jumatan selesai ternyata disediakan makan sian gratis, maklum masjid kaya. Cuma aku tak sempat menikmati makan siang karena keluarnya telat. Setelah keluar, yang makan dah bubar. Sayangnya kamera yang aku bawa  lupa digunakan mengambil gambar masjid Tonson yang klasik, karena asyik dengan suasana masjid.
Pasar Klomtom
Kira-kira sebulan yang lalu aku berkesempatan ke tempat ini. Sudah lama aku ke sini cuma baru kesampaian kemarin. Mungkin pasar ini mirip pasar glodok di Jakarta atau pasar shoping di Yogya. Tapi agak sedikit beda. Di Pasar klomtom beraneka barang-barang kecil non elektronik dijual. Ada kacamata, mainan, perkakas, baju, tas, game, dsb. Pokoknya lengkap. Selain itu harganya miring banget. Game yang di mall harga 10 ribuan baht di sini cuma dihargai setengahnya. Betul-betul miring, tapi gak tahu kualitasnya.
Uniknya pasar Klomtom hanya buka sabtu malam dan ahad. Selain itu libur. Aku pernah pergi sabtu malam wah.. ternyata tambah malam tambah banyak yang datang. Sekitar jam 9 atau 10 malam jalan-jalan di lorong pasar itu penuh. Anehnya juga justru banyak pula anak-anak  kecil yang diantar ortunya melihat-lihat barang yang dijual belikan.
Loi Klatung
Beberapa waktu lalu, sekitar tanggal 18 November berlangsung kegiatan yang namanya Roi Kratung. Mereka sulit menyebut huruf R jadi Loi Klatung. Kegiatan ini mengambil tempat di mana saja yang terdapat air. Bahkan bisa jadi dilaksanakan di kamar mandi.  Di sekitar kampus ku ada kolam yang cukup luas. Di sanalah para mahasiswa atau siapa saja berdatangan untuk meramaikannya. Keramainnya laksana pasar malam. Di samping ada yang mengerumuni kolam, mereka ada juga yang menjual makanan atau perlengkapan untuk melaksanakan kegiatan itu.
Di dalam Loi Klatung mereka menghanyutkan semacam kapal-kapalan atau apa saja yang membawa lilin atau penerang. Ketika mereka menghanyutkan kapal-kapalan itu mereka berdoa, entah kepada siapa, agar permohonannya dikabulkan.
Ketika magrib aku pulang masya Allah jalan di trotoar itu penuh. Semuanya menuju areal kolam. Pas lewat jembatan ternyata ada juga mbak-mbak membawa sesuatu yang duhanyutkan di kanal. Entah siapa yang menerima pengharapannya.
Songkran
Aku baru ingat dulu sewaktu ngurus visa di Kedutaan Thailand di Jakarta petugasnya bilang kalau mereka sedang libur tiga hari mengikuti ketentuan di Bangkok.  Kalau tidak salah dulu aku ke Jakarta urus visa sekitar pertengahan April hari selasa. Setelah sampai di Bangkok aku baru tahu ternyata sekitar pertengahan April ada acara di Thailand yang namanya liburan Songkran.  Orang Thai menyebutnya festifal Songkran. Acara ini memang berlangsung tiga hari berturut-turut.
Sebenarnya aku benci acara ini karena kalau tidak siap akan membawa ” petaka”. Siapa saja yang lewat di jalan-jalan akan kena siram air. Yah memang acara ini adalah acara baku siram air. Bukan air kotor tapi air yang betul-betul bersih. Kadang setelah menyiram air mereka mengoles bedak putih kepada siapa yang disiram. Persis wajah orangt india.
Pusat kegiatan ini di alun-alun Bangkok atau yang dikenal dengan Sanam Luang. Orang-orang datang dari berbagai tempat di sekitar Bangkok untuk baku siram dan baku oles bedak. Mereka mebawa air di mobil terbuka menggunakan ember-ember besar. Aagr makin seru mereka menggunakan senjata-senjata air mirip film comando.  Setiap berpapasan dengan mobil pasti mereka akan saling siram dan saling semprot. Tidak perempuan tidak laki, semuanya  lempar-lemparan air. Sewaktu kami di luar kota kegiatan Songkran mirip kalau kita menonton film kejar-kejaran polisi dengan bandit. Hanya saja mereka mengejar agar bisa menyiram air sebanyak mungkin. Menarik juga sih.. cuma  basahnya itu. Bayangkan saja kalau tidak siap hp bisa macet kemasukan air dan pakaian basah kuyup.
Susahnya kalau pas hari Jumat. Mau sholat Jumat jadi repot. Takut kalau-kalau basah tidak nyaman. Untuk orang seperti aku yang mengandalkan bus rasanya tidak ada tempat berlindung kecuali kamar dan kampus. Berejalan sendirian pasti kena air. Naik bus tidak ada jaminan. Orang-orang dengan air ledeng sudah menanti di sepanjang perhentian bus. Begitu bus berhenti atau lewat depan mereka pasti disiram. Mereka akan berusaha mencari celah agar penumpang dalam bus bisa basah. Aku beberapa kali kena siram.
Konon kabarnya acara ini ada hubungannya dengan ritual agama Buddha di Thailand. Mungkin benar karena dulu ketika ke kebun buah pas  hari Songkran sebelum acara baku siram dimulai ada Monk atau pendeta yang melakukan prosesi tertentu. Kemudian orang-orang  seakan-akan memohon berkah dari Monk sambil diperciki air.
Raja Berkabung
Kira-kira setahun yang lalu saudara raja Bumiphol meninggal dunia.  Aku ingat saat peristiwa itu kami sedang melangsungkan acara makan-makan menyambut tahun baru 2008.  Mungkin untuk menunggu waktu yang tepat dan juga memberi kesempatan rakyat memberikan penghormatan terakhir jenazahnya baru dimakamkan  menjelang bulan Desember kemarin.
Pernah juga aku diajak oleh teman-teman Thai untuk memberikan penghormatan terakhir sebelum dikremasi. Mereka memintaku untuk berpakaian gelap dan mau berlutut. Tentu saja aku menolaknya. Akhirnya aku tidak jadi ke sana, peduli amat?.
Untuk mengenang yang meningal di kampusku dibuat semacam daftar pernyataan bela sungkawa, seperti kalau kita mengisi buku tamu di acara mantenan. Uniknya, di depan daftar itu dipajang foto saudari raja yang meninggal dalam ukuran besar. Bagi yang ingin menyampaikan pesan, sebelum menulis mereka menundukkan kepala di hadapan foto sambil kedua tangan ditempelkan di dagu sedikit menunduk. Setelah menulis pesan mereka akan melakukan hal sama seperti sebelumnya. Aku kira demikian juga dengan kampus-kampus lain yang berada di bawah naungan raja.
Di alun-alun Bangkok dibuat rumah-rumahan lengkap dengan wat sementara untuk mengenang saudari raja. Kegiatan ini berlangsung selama hampir dua pekan.
Ultah Raja
Kemarin tanggal 5 Desember merupakan hari Ulang Tahun Raja Bhumipol. Tidak seperti perayaan ultah tahun lalu, ultah kali ini sangat sederhana. Tahun lalu ultah raja dimeriahkan oleh pesta kembang api yang luar biasa. Hampir satu jam kembang api menerangi kawasan alun-alun, Sanam luang. Aku berhasil merekam kilauan kembang api yang laksana meteor jatuh. Sebuah pemandangan yang belum pernah aku melihatnya di tempat lain.

1 comment:

  1. Mantap pak,liburan keliling dunia nya sangat menikmati.Terima Kasih Cek Resi Pos

    ReplyDelete