Hongkong-China-Macau : Yes we can, Reyhan!!!
in Hongkong
Ntah kenapa hari ini kok saya ingin menulis sedikit kisah perjalanan bareng Reyhan ke Hongkong, China dan Macau sekitar 7 tahun lalu.Alhamdulillah kami berkesempatan mengunjungi 3 negara tersebut beberapa kali karena masih ada adik papa dan saudara lainnya yang tercatat sebagai warga negara di ketiga negara tersebut sehingga tak perlu akomodasi (hotel) selama kami tinggal cukup lama disana. Papa saya atau kakeknya Reyhan berdarah Tionghoa dengan marga ‘Tan’ yang akhirnya memutuskan menjadi WNI setelah ‘betah’ tinggal di Indonesia.
“Pantesan mami kalo nggak pake kerudung wajahnya keliatan cina banget ya, ternyata mbah tuh orang cina” begitulah komentar Rey sewaktu mengetahui emaknya ini berdarah Chinese .
Berkunjung ke negara leluhur tentu memberi sensasi tersendiri. Budaya mereka yang pekerja keras, disiplin, mandiri dan perhatian banget dengan kesehatan menjadi inspirasi hidup saya. Hal itu membuat adik saya sering mengatakan bahwa dari semua saudara memang saya yang paling ‘cina’ . Dalam arti nggak pernah mengenal lelah atau pantang menyerah berusaha kalau memiliki keinginan, ketat mengelola keuangan, mandiri dan disiplin mengatur pola makan juga olah raga demi kesehatan. “Masalah umur kan emang di tangan Tuhan, tapi berusaha menjaganya tetap sehat kan bagian dari ibadah” begitu saya berargumen bila adik perempuan saya mengomentari segala aktivitas fisik yang saya jalani.
Selama disana yang menjadi tujuan saya bukan sekedar mengunjungi destinasi wisata seperti biasa kami travel ke negara lainnya. Sebaliknya lebih fokus mengenal lebih dekat kehidupan sehari-hari mereka seperti :
1. Rajin olah raga. Setiap pagi sebelum berangkat kerja atau sekolah mereka selalu menyempatkan olahraga walau hanya sekedar jalan kaki atau senam, setelah itu mereka menyiapkan sarapan dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Pekerja Rumah Tangga (PRT) hanya bertugas membantu, tidak seperti kebanyakan perilaku orang Indonesia yang terbiasa manja dengan menyerahkan seluruh tugas mengurus rumah kepada PRT.
2. Kesetaraan wanita dan pria. Tidak ada diskriminasi pekerjaan rumah tangga antara wanita dan pria. Saya melihat sendiri bagaimana om saya setiap hari berbagi tugas dengan tante juga anaknya dalam urusan pekerjaan rumah tangga. Tak ada istilah ‘pamali’ bagi lelaki untuk mencuci piring, mencuci baju anak dan istri, menyiapkan makan dll. Sebaliknya tak ada kata tabu bagi wanita untuk mencari nafkah bahkan berpenghasilan lebih besar dari suaminya.
3. Senang membaca. Setiap kali naik transportasi publik, kursi-kursi tersebut diduduki oleh orang-orang yang asik dengan buku atau laptop masing-masing dan ditelinganya terpasang earphone.
4. Budaya antri : Jangan sekali-kali menempatkan diri kita lebih rendah dari bebek (jargon : bebek aja antri hehe). Jangankan antri saat masuk bus atau MTR, masuk rest room aja orang disana sangat disiplin untuk antri. Hal berbeda jauh dengan kondisi di negri kita dimana tak jarang saya melihat orang memotong antrian dengan bangganya. Bila hal ini saya alami tentu tak sungkan saya tegur orang tersebut dan spontan menilai “dasar kampungan” (upps maaf).
5. Budaya jalan kaki. Ini sungguh pemandangan yang sangat saya sukai. Pagi hari sekitar pukul 8-9 atau sore hari antara 6-7 akan tampak barisan pejalan kaki di pedestrian yang tentunya nyaman dengan berbagai fashion style-nya. Ada yang ‘perlente’ dengan stelan blazer, rok mini dan high heels lengkap stocking hitamnya. Adapula yang menggunakan padanan boot, coat dan syal. Hmmm…. “andai di Bandung tersedia pedestrian dan transportasi publik senyaman di Hongkong pasti saya akan dengan senang hati walk to work tiap hari” batin saya saat itu.
6. Disiplin. Yah…. satu kata ini yang menjadikan Cina ‘menguasai dunia’ sekarang. Lihat saja prestasinya dalam olahraga yang menjadi juara umum di Olimpiade 2008 Beijing, lihat juga ekonominya yang maju pesat sementara negara-negara di Eropa dan Amerika tengah krisis. Yang berada dibawah ‘kekuasaan’ cina juga adalah produk elektronik, tekstil, fashion bahkan produk berteknologi tinggi seperti kereta api tercepat di dunia pada Juni lalu telah beralih dari Perancis ke Cina. Kereta kebanggaan warga bermata sipit ini memiliki kemampuan melaju dengan kecepatan 350 km/jam mengalahkan TGV yang berkecepatan 320 km/jam.
Mengingat segala hal tentang pengalaman hidup membaur dengan warga Cina memacu semangat saya nyaris di penghujung tahun ini untuk menuntaskan apa-apa yang belum terealisasi dan merancang resolusi untuk tahun depan karena InsyaAllah akan launching bisnis yang telah saya persiapkan jauh-jauh hari. Dan semoga pengalaman ini juga membekas dan tertanam dalam diri Reyhan agar dia bisa menjadi anak yang disiplin, mandiri dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita. “Jangan ‘bekukan darah china’ yang mengalir dalam tubuhmu dengan bermalas-malasan ya sayang”.
No comments:
Post a Comment